REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua perokok umumnya menyadari bahwa asap rokok yang mereka timbulkan berbahaya bagi kesehatan anak mereka. Di sisi lain, sebagian orang tua perokok tak bisa meninggalkan kebiasaan buruk ini dan mencari alternatif lain. Salah satunya adalah dengan tidak merokok di dekat anak mereka.
"Sepanjang pengalaman saya jadi dokter anak, orang tua perokok selalu bilang tidak pernah merokok di depan anak," ungkap spesialis anak konsultan Dr dr Nastiti Kaswandani SpA(K) saat ditemui di kantor IDAI, Jakarta.
Nastiti mengatakan cara ini bukan solusi yang baik untuk menghindarkan anak dari paparan asap rokok. Anak-anak, lanjut Nastiti, tetap bisa menjadi third hand smoker. Nastiti mengatakan third hand smoker mendapatkan paparan asap rokok dari residu rokok yang tertinggal dan menempel di berbagai objek.
Pada orang tua perokok misalnya, residu berbahaya dari asap rokok bisa menempel di rambut, kulit hingga baju. Pada kondisi ini, anak-anak bisa terpapar residu rokok ketika orang tua menggendong anak mereka.
Residu rokok juga bisa menempel di jok mobil meski orang tua merokok sambil membuka jendela mobil. Sedangkan di rumah, residu rokok bisa menempel di berbagai objek yang mungkin terjangkau oleh anak seperti sofa, perabotan rumah tangga hingga karpet.
"Residu rokok ini tidak bisa hilang dengan buka jendela, menyalakan kipas angin maupun vacuum (cleaner)," jelasnya.
Nastiti memperingatkan orang tua bahwa residu rokok yang menempel di berbagai objek ini tetap menyimpan risiko bahaya bagi anak. Tak heran bila penelitian mengungkapkan bahwa kesehatan anak yang tinggal dengan keluarga perokok cenderung lebih rendah.
"Anak yang tinggal dengan perokok angka kesakitannya lebih tinggi dari yang tidak tinggal dengan perokok," kata Nastiti
Senada dengan Nastiti, spesialis anak konsultan dr Darmawan Budi Setyanto SpA(K) juga menekankan bahwa risiko bahaya yang dihadapi third hand smoker tidak kalah berbahaya dibandingkan dengan perokok pasif atau second hand smoker. Paparan rokok pada anak juga dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan serius pada anak. Salah satunya adalah pneumonia.
Pneumonia, terang Darmawan, merupakan radang yang terjadi pada jaringan paru-paru bernama alveoli. Alveoli merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen dengan karbon dioksida. Dalam keadaan radang, jaringan alveoli ini mengalami kerusakan dan terisi oleh cairan radang. Kondisi ini menyebabkan proses pertukaran gas tidak dapat berlangsung dengan baik.
"Kalau gangguan radangnya luas, oksigen yang amsuk bisa sangat berkurang, itu sebabnya pneumonia bisa sebabkan kematian," terang Darmawan.
Menurut UNICEF, pada 2015 ada sekitar 17 persen balita di Indonesia yang meninggal akibat pneumonia. Berdasarkan statistik ini, diperkirakan ada dua sampai tiga balita yang meninggal karena pneumonia setiap jam. Hal ini menjadikan pneumonia sebagai penyebab kematian utama anak balita di Indonesia.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk berperan aktif dalam menjauhkan anak dari faktor-faktor risiko pneimonia. Salah satunya adalah asap rokok dan residu dari asap rokok yang menempel pada berbagai objek, termasuk tubuh dan pakaian orang tua.