REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan perpisahan atau perceraian dapat mempengaruhi perkembangan sang anak. Hal pertama yang harus dilakukan oleh orangtua yang mengalami perceraian adalah meminta maaf kepada anak.
"Itu perlu ada penyelesaian yang konstruktif dan rendah hati. Pertama orangtua harus berani meminta maaf saat terjadi perpisahan. Ayah yang salah, bunda yang salah, kami minta maaf," kata Seto Mulyadi atau Kak Seto, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia saat berbincang di Jakarta, Rabu (28/11).
"Ayah minta maaf. Ini terpaksa ayah sama bunda tidak bisa sama-sama lagi. Kenapa? Harus diberikan dengan bahasa anak. Karena kalau sama-sama ayah sama bunda berantem. Kamu sedih kan melihatnya," jelas Kak Seto menambahkan.
Setelah perceraian terjadi, orangtua harus saling bahu membahu dalam membesarkan anak. Jangan sampai anak kehilangan salah satu sosok orangtuanya.
"Yang penting anak tidak kehilangan kedua-duanya. Oke mungkin hari ini bersama bunda, mungkin saat ini juga bisa bersama ayah dan jangan ada penutupan akses," ujar Kak Seto.
Saat ini fenomena yang terjadi ia sebut sebagai segitiga maut. Pertama, segitiga maut itu adalah perceraian. Kedua adalah perebutan hak asuh dan ketiga adalah penutupan akses."Ini pelanggaran hak anak saat ini," lanjutnya.
Kak Seto mengatakan sebisa mungkin perpisahan orangtua harus dilakukan dengan baik. Jika tidak, anak akan mengalami trauma hingga dewasa.
"Bisa menjadi benci kepada orangtuanya, bisa menjadi benci terhadap perkawinan. Ada anak yang saya temui, dia bilang pokoknya seumur hidup tidak akan menikah. Sehingga harusnya orangtua tetap rukun tetap bersama anak sehingga jika ada pasangan lagi harus akrab dengan anak anaknya," terang Kak Seto.