REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usus merupakan organ tubuh yang penting untuk dijaga layaknya organ-organ lainnya. Sebab, usus merupakan tempat makanan diolah dan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Sebagian orang namun cenderung abai akan pentingnya makanan yang dicerna usus. Mengonsumsi makanan yang justru menyulitkan usus lebih banyak dikonsumsi saat ini, ketimbang makanan berserat yang baik untuk usus.
"Bukti dari studi prospektif sangat konsisten bahwa asupan serat yang lebih tinggi terkait dengan rendahnya risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan kenaikan berat badan," kata Dr Walter Willett, seorang profesor nutrisi dan epidemiologi di Harvard School of Public Health, dikutip dari Time, Selasa (23/10).
Hampir setiap tahun, tinjauan jangka panjang yang baru menegaskan kembali hubungan antara serat makanan dan tingkat penyakit dan kematian yang lebih rendah. Awal tahun ini, sebuah ulasan yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition menemukan konsumsi serat makanan memiliki kaitan dengan risiko yang lebih rendah untuk kanker pankreas, kematian terkait penyakit jantung, dan kematian karena sebab apa pun.
“FDA (Food and Drug Administration) kami sekarang memungkinkan serat yang dimurnikan dan sintetis untuk dimasukkan pada garis serat pada (label makanan) Nutrition Facts,” kata Willett.
Contoh, polydextrose adalah serat sintetis yang ditambahkan ke banyak makanan kemasan untuk meningkatkan kandungan serat makanan dan mengurangi kadar gula, lemak, dan kalori. Serat sintetis juga cenderung muncul di bar nutrisi atau minuman, beberapa sereal sarapan, dan produk siap makan lainnya.
Sementara Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat telah mengumpulkan beberapa bukti yang menunjukkan menggantikan gula yang tidak sehat dan pati olahan dengan polydextrose dapat menyebabkan penurunan lonjakan gula darah dan mengurangi nafsu makan. Willett mengatakan, serat sintetis tidak mengandung mineral, vitamin dan phytochemical yang ditemukan di sumber alami serat.
Menurut peneliti serat dan profesor di Sekolah Ilmu Gizi Universitas dan Kebijakan Tufts University Nicola McKeown, serat dapat dipecah menjadi dua subtipe, larut dan tidak larut. Serat larut dapat hancur dalam air, dan varietas yang paling sehat cenderung menjadi kental atau "seperti gel" selama pencernaan. Serat yang larut dan kental dikaitkan dengan menurunkan kolesterol darah dan menjaga kadar gula darah dengan lebih baik.
Serat tidak larut, di sisi lain, tidak larut dalam air dan cenderung melewati sistem pencernaan sebagian besar masih utuh. Ini justru hal yang bagus.
"Serat tidak larut bertindak seperti penyaring kecil di bagian dalam usus besar Anda untuk menghilangkan sel-sel tua dan rusak, sehingga mengurangi risiko untuk kanker usus besar," kata peneliti metabolisme dan profesor emeritus pediatri di University of California, San Francisco, Dr Robert Lustig.
Lustig menjelaskan, serat yang tidak larut juga memperlambat pencernaan dan membantu mendukung kesehatan microbiome. Hanya saja, dari manfaat yang berlipah ini, orang masih banyak yang tidak mengonsumsi serat dengan data orang Amerika mengonsumsi serat sekitar 15 gram setiap hari.
Institute of Medicine merekomendasikan, pria dewasa mengonsumsi 38 gram serat setiap hari sementara wanita harus mengincar 25 gram per hari. "Saya akan mengatakan 25 adalah minimal, sebenarnya," kata profesor ilmu makanan dan gizi manusia di University of Florida Wendy Dahl.
Makanan terbaik untuk dikonsumsi hingga asupan serat tercukupi dengan makanan alami yang mengandung serat yang larut dan tidak larut. Berarti, itu semua yang keluar dari tanah dan tidak diproses.
Kacang-kacangan adalah sumber serat makanan yang murah, ramah lingkungan dan berlimpah. Dahl menyarankan untuk makan lebih banyak kacang. Di samping itu, biji-bijian utuh juga merupakan sumber serat yang sangat baik.