Selasa 23 Oct 2018 05:01 WIB

Gizi Seimbang Bantu Hindari Anak Stunting

Jangan biarkan anak kenyang susu hingga sulit makan bergizi seimbang.

Rep: Santi Sopia/ Red: Indira Rezkisari
Anak susah makan (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Anak susah makan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usia prasekolah merupakan fase yang membutuhkan status gizi baik untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik, kecerdasan, dan emosional. Namun pada usia balita anak-anak memiliki kecenderungan untuk menjadi picky eater atau pilih-pilih makanan.

Menurut Jurnal Gizi Indonesia pada tahun 2018, picky eater merupakan kondisi ketika anak menunjukan preferensi yang kuat terhadap makanan tertentu. Dengan kata lain anak hanya mau mengonsumsi makanan yang ia suka.

Baca Juga

Anak yang mengalami picky eater dapat mengalami kurang gizi. Karena picky eater cenderung memiliki asupan energi, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral lebilh rendah dibandingkan non-picky eater.

Kondisi ini menyebabkan anak dengan picky eater berisiko stunting. Stunting merupakan kondisi eagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.

Sehingga, anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi balita stunting di Indonesia masih tinggi. Yakni 29,6 persen di atas batasan yang ditetapkan wHO (20 persen).

Penyebabnya, karena rendahnya kesadaran para ibu terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral. Banyak orangtua yang salah kaprah menyíasati picky eater dengan memberikan susu sebagai solusi. Padahal, susu sebetulnya hanya sebagai pelengkap.

Menurut Prof Rini Sekartini, SpA(K), susu merupakan salah satu asupan makanan untuk anak pada masa bayi. Terutama enam bulan pertama Air Susu lbu (Asi) merupakan makanan utama bayi. "Setelah 6 bulan, ditambahkan MPASI (Makanan

Pendamping ASI) sebagai pelengkap karena kebutuhan anak meningkat. Setelah 1 tahun anak dapat diberi makanan keluarga, seperti nasi lauk pauk, sayur, buah plus susu sebagai pelengkap," kata Rini.

Pemberian susu pada anak sebagai pengganti makan dilakukan ibu karena takut kebutuhan gizi anak tidak tercukupi. Sehingga ibu memberi susu lebih banyak dari seharusnya. Hal ini membuat kurangnya variasi makanan yang mengakibatkan nutrisinya tidak seimbang.

Perlu diketahui bahwa susu memang kaya gizi, tapi kandungan zat besi di dalamnya biasanya kurang optimal. Dalam 1000 cc susu hanya mengandung 0,52 mg zat besi, sedangkan bayi satu tahun saja butuh 6 gram zat besi setiap hari. ltulah mengapa sebaiknya orang tua tidak hanya mengandalkan susu untuk memenuhi kecukupan gizi anak.

"Berikan makanan seimbang yang kaya nutrisi, termasuk kecukupan zat besi di setiap usia," lanjut Prof Rini.

Biasanya kondisi picky eater disebabkan kurangnya variasi makanan anak. Anak tidak boleh memilih makanan yang disukai, suasana di rumah tidak menyenangkan, kurang perhatian orang tua, atau contoh yang kurang baik dari orang tua.

Penelitian yang dilakukan Rahma Hardianti dan Fillah Fithra Dieny sebagaimana dikutip dalam Jurnal Gizi Indonesia pada tahun 2018 menyatakan, proporsi angka kejadian picky eating anak prasekolah di Indonesia mencapai 52,4 persen. Dalam penelitian ditemukan fakta 75 persen picky eater mulai menolak untuk makan pada tahun pertama kehidupan, berlanjut hingga usia dua tahun.

Beberapa anak umur tiga tahun yang mengalami picky eating memiliki kebiasaan minum susu dalam volume yang besar. Konsumsi susu sangat penting untuk kalsium, tetapi kelebihan minum susu dapat menyebabkan penurunan nafsu makan dan asupan makanan lainnya. Konsumsi susu dianjurkan tidak lebih dari tiga gelas setiap hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement