REPUBLIKA.CO.ID, MALANG --Masyarakat Indonesia tentu sudah tidak asing lagi dengan onde-onde di kehidupan sehari-hari. Namun tak semua tahu bahwa onde-onde pada dasarnya bukan asli dari Nusantara.
Antropolog dari Universitas Brawijaya (UB), Ary Budiyanto mengatakan, bila ditelusuri kuliner legit tersebut sebenarnya berasal dari negeri Cina. Onde-onde muncul di Cina sekitar masa Dinasti Tang, lebih tepatnya di daerah Changan (sekarang Xian). Kue ini resmi menjadi ciri khas di daerah tersebut dengan sebutan ludeui.
"Ini semua cerita yang sama. Asal muasal onde-onde dibawa oleh diaspora Cina semenjak zaman lampau saat ke Indonesia," kata Ary saat dihubungi Republika.
Di negeri asalnya, Ary mengungkapkan, kue tersebut acap dijadikan sebuah perayaan rutin setiap Desember. Meski tak semeriah Imlek, Perayaan Onde memiliki sejarah dan makna tersendiri bagi masyarakat setempat. Menurut Ary, orang Cina biasa menyebut Tan Cik yang berarti dingin dan puncak.
Secara detail, Ary menjelaskan, perayaan onde sudah ada sejak Dinas Han sekitar 206 Sebelum Masehi (SM) hingga 220 SM. Di masa Dinasti Song sekitar 1127 sampai 1152 Masehi, terdapat perayaan khusus di kegiatan tersebut. Masyarakat biasanya melaksanakan dengan sembahyang arwah leluhur dan lima unsur di bumi yang terdiri dari logam, air, api, tanah, dan kayu.
Perayaan onde-onde terus berlanjut termasuk di zaman Dinasti Dinasti Qing pada 1644 sampai 1911 M. Perayaan Onde kemudian dianggap kegiatan penting di Cina termasuk para keturunannya di Indonesia.
Dari segi rasa, Ary mengatakan, varian yang paling umum digunakan masyarakat Cina di masa lalu, yakni kacang hitam, hijau dan merah. Kemudian terus mengalami perkembangan termasuk di Indonesia dengan temuan beragam rasa. "Kini cita rasa macam-macam seperti yang dijual di Sidoarjo dengan rasa buah, cokelat dan keju," jelas dia.
Di kesempatan lain, Pegiat Sejarah Jelajah Jejak Malang (JJM), Mochamad Antik menambahkan bagaimana bukti awal kemunculan onde-onde di Indonesia. Ia menilai, masuknya kue ini ke Nusantara bersamaan dengan datangnya migrasi masyarakat Cina beserta budayanya. Situasi ini lebih tepatnya terjadi sekitar abad 15 sampai 16 di mana Kerajaan Majapahit sudah memasuki masa keruntuhannya.
Bukti keberadaan onde-onde di Nusantara juga tertulis dalam Serat Centhini Jilid VI. Kuliner ini ternyata muncul saat pernikahan Syekh Amongraga dengan Niken Tambangraras di Wanamarta. Pada acara pernikahan itu, banyak olahan makanan yang dibuat dan salah satunya onde-onde itu.
Serat Centhini sendiri menceritakan kisah perjalanan pasangan Syekh Amongraga dan Tambangraras. Kejadian yang ada dalam naskah tersebut terjadi sekitar 1630 di mana Sultan Agung Hanyakrakusuma berjaya di Kerajaan Mataram. Kisah perjalanan pasangan tersebut baru ditulis sekitaran 1814 yang kemudian masih dapat dibaca saat ini.