Ahad 23 Sep 2018 12:10 WIB

Lima Penyebab Seseorang Terlalu Banyak Buang Gas

Frekuensi kentut atau buang gas yang terlalu sering bisa jadi gejala penyakit.

Rep: Noer Qomariah K/ Red: Indira Rezkisari
Kentut memang bau, tapi manfaatnya banyak bagi kesehatan.
Foto: ist
Kentut memang bau, tapi manfaatnya banyak bagi kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kentut atau buang gas merupakan hal wajar yang biasa dilakukan manusia. Kentut selama 20 kali sehari masih termasuk hal normal.

Namun, ketika hitungan kentut seseorang semakin tinggi, bisa jadi itu menunjukkan gejala penyakit. Dilansir dari Reader’s Digest, Ahad (23/9), ada beberapa hal yang membuat seseorang terlalu banyak kentut

Pertama, seseorang yang terlalu banyak mengkonsumsi brokoli, kacang, kubis, kembang kol, kubis Brussel, atau dedak. Semua makanan itu memang mengandung serat yang menjaga sistem pencernaan, membantu mengatur kadar gula darah serta kolesterol, dan menjaga berat badan tetap terkendali.

Namun efek sampingnya, seseorang akan kentut setelah makan. Itu karena perut dan usus kecil tidak dapat menyerap gula, pati, dan serat dalam makanan yang dimakan. Produsen gas seperti brokoli dan kacang-kacangan tinggi karbohidrat disebut raffinose.

“Ketika gula tidak dapat dicerna seperti raffinose mencapai usus besar, bakteri yang mendiami bagian dari saluran penceranaan kita memakannya dan menghasilkan gas sebagai produk sampingan,” jelas gastroenterolog di NYU Langone Medical Center, Rebekah Gross.

Kedua, bakteri usus di dalam perut tidak seimbang. Makanan masuk ke dalam dan otot berkontraksi mendorong ke arah bawah.

“Biasanya usus kecil membuat kontraksi kuat untuk menggeser makanan ke dalam usus besar. Tetapi kadang-kadang obat, infeksi, penyakit tertentu (seperti diabetes atau neuromuskuler) atau komplikasi dari operasi dapat mengganggu,” ujar Dr Gross. Bakteri berada di usus kecil dan tumbuh terlalu cepat dan akhirnya menghasilkan gas ekstra.

Ketiga, sensitif terhadap gluten. Menurut Dr Gross, tidak ada yang bisa mencerna protein yang ditemukan dalam gandum, barley, dan rye. Tetapi jika seseorang memiliki penyakit celiac, makan gluten sebenarnya memicu respons imun di usus kecil.

Reaksi itu dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan usus serta mempengaruhi kemampuannya menyerap nutrisi. Kerusakan ini dapat menyebabkan kelebihan gas, diare, dan penurunan berat badan.

“Orang-orang tanpa celiac tidak memiliki perubahan yang sama di usus kecil. Tetapi masih mungkin menghasilkan gas dan kembung terhadap gluten yang tidak bisa dipecahkan,” ujar Dr Gross.

Hanya 20 persen orang dengan penyakit celiac yang dapat menerima diagnosis ini. Jika curiga dengan kepekaan terhadap penyakit gluten atau celiac, bicarakan dengan dokter.

Empat, mengonsumsi produk susu seperti yogurt, keju, susu dan lain-lain. Produk susu memiliki laktase. Usus kecil bertanggung jawab untuk memecah laktosa atau gula yang ditemukan dalam susu menjadi bentuk yang lebih sederhana dan dapat diserap tubuh.

Tingkat laktase yang rendah berarti laktosa masuk ke dalam kolon yang belum dicerna. Bakteri memecah laktosa dan menimbulkan masalah gas. Intoleransi laktosa sangat umum, kata Dr Gross, dan biasanya dimulai pada masa dewasa ketika produksi laktase menurun drastis.

Kelima, terlalu banyak konsumsi pemanis buatan. Bagi sebagian orang, sistem pencernaan mereka tidak bisa mentolerir pemanis buatan  seperti sorbitol, manitol, dan xylitol. Kandungan gula alkohol dapat menyebabkan gas dan kembung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement