Jumat 21 Sep 2018 15:59 WIB

Mengenal Tenun Ulos Lebih Dekat di Museum Tekstil

Instalasi dikemas dengan gaya milenial agar mudah diterima kaum muda.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Indira Rezkisari
Pengunjung sedang melihat koleksi kain Ulos yang di pajang di Pameran Ulos, Hangoluan & Tondi di Museum Tekstil.
Foto: Republika/Retno W
Pengunjung sedang melihat koleksi kain Ulos yang di pajang di Pameran Ulos, Hangoluan & Tondi di Museum Tekstil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tradisi menenun di masyarakat suku Batak, Sumatra Utara, sudah mendekati kepunahan terlihat dari minimnya jumlah penenun yang aktif. Hal ini turut berimbas pada rendahnya pengetahuan anak muda sekarang khususnya dari suku Batak tentang tradisi menenun beserta kain ulos yang dihasilkannya.   

Berangkat dari keprihatinan itu, Yayasan DEL bekerjasama dengan Tobatenun menginisiasi kegiatan kegiatan pelestarian budaya Batak yang dalam bentuk pameran kain Ulos. Bertajuk Ulos, Hangoluan & Tondi, pameran ini akan diadakan selama 14 hari, mulai 20 September sampai 7 Oktober 2018, di Museum Tekstil, Jakarta.

Dikemas dengan instalasi versi milenial, pameran ini diharapkan bisa lebih mengenalkan kain tenun khas Batak, Ulos, kepada generesi muda. "Kami mengemas konsep pameran kain tenun ini berbeda dengan pameran kain tenun lainnya. Pameran ini dikemas segar dengan alur bercerita, instalasi kreatif dan sarat juga dengan kesan moderen," kata Kerri Na Basaria dari Tobatenun, beberapa waktu lalu.

Dimulai dari pintu utama Museum Tekstil, pengunjung akan dimanjakan dengan instalasi pengenalan dimana pengunjung akan dikenalkan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Samosir dengan sangat apik. Instalasi ini diberi judul Introduction, dengan suguhan gambaran umum tentang lingkungan Samosir.

Setelah berkenalan dengan lingkungan Samosir, pengunjung akan memasuki ruangan berikutnya yang dinamakan Birth dimana kain Ulos mulai terpajang dalam ruangan ini. Terinspirasi dari awal dari sebuah kehidupan, ruangan Birth memberikan esensi dari suatu kehidupan baru.

Salah satu kain yang unik dan sarat makna yang dipajang di ruangan ini dinamakan Ulos Lobu-Lobu. Ulos ini diberikan kepada perempuan yang ingin hamil atau yang baru melahirkan. Ada makna mendalam dibalik Ulos Lobu-Lobu ini, selain berharap agar bisa segera diberikan kehamilan, fungsinya bisa sebagai gendongan.

"Ulos Lobu-Lobu ini diharapkan dapat melindungi anak-anak hingga generasi berikutnya. Bentuknya bundar dan termasuk kain Ulos yang langka, bahkan orang Batak pun belum tentu tahu tentang kain Ulos ini,” jelas Kerri.

Memasuki ruang Life, ruangan ini menggambarkan kondisi alam, penduduk, serta dinamika kehidupan setiap manusia. Kain Ulos yang dipajang dalam ruangan Life adalah kain Ulos yang digunakan dari masa kanak-kanak hingga usia senja. Tahapan kehidupan berikutnya disuguhkan dalam ruangan Marriage yang menghadirkan kain tenun dengan pemilihan warna dan unsur dekorasi yang berbeda dari masyarakat moderen pada umumnya.

Setelah fase Marriage, ruangan selanjutnya adalah Death yang akan menggambarkan akhir kehidupan di dunia yang harus disyukuri dan diterima. Pameran diakhiri dengan ruangan sangat indah yang dinamakan Paradise. Paradise mewakili fase manusia menuju kehidupan abadi, setelah manusia menunaikan tugas hidupnya di dunia.

Dengan total 50 kain Ulos yang dipamerkan, 25-30 dari jumlah tersebut adalah koleksi langka yang orang Batak sendiri belum tentu kenal dengan motifnya. Bahkan, menurut Kerri, penenun Ulos berpengalaman sekalipun belum tentu mampu untuk menenun motif yang sama dari kain Ulos langka itu.

"Maka dari itu, kami rasa revitalisasi tradisi dan pengetahuan menenun seperti itulah yang ingin kami kembalikan sehingga tipe-tipe Ulos dikemudian hari yang dihasilkan adalah tipe-tipe luar biasa yang tidak melulu seperti sekarang,” tutup Kerri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement