Senin 30 Jul 2018 19:55 WIB

Sebaiknya Anda tidak Berlari Ketika Suhu Panas

Imbangi berlari di saat panas dengan asupan air yang cukup bukan berlebihan.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah warga berlari di kawasan GOR Ragunan, Jakrta, Rabu (21/12). Menjelang sore hari banyak warga Jakarta mengisi waktunya dengan berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah warga berlari di kawasan GOR Ragunan, Jakrta, Rabu (21/12). Menjelang sore hari banyak warga Jakarta mengisi waktunya dengan berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika di beberapa daerah Indonesia merasakan cuaca yang bersahabat atau bahkan cenderung dingin, di Jabodetabek dan sekitarnya suhu cukup panas. Mereka yang terbiasa berolahraga lari harus mewaspadai keinginan berlari di saat suhu sedang tinggi.

Selama berlari, tubuh mengalami peningkatan suhu atau menjadi lebih panas. Oleh karena itu, para ahli menyarankan latihan lari tidak dilakukan pada saat kondisi cuaca panas.

"Saya rasa pelari harus fleksibel. Pelari harus belajar untuk melembutkan harapan dan tidak hidup atau mati untuk satu program latihan," ujar Roberto Mandje, pelari Olimpiade dan kepala pelatih New York Road Runners dikutip Fox News.

Menurut Mandje, pelari tetap harus mempertimbangkan kondisi cuaca yang ekstrim sebelum berlatih. Bila cuaca tidak memungkinkan, pelari harus bersedia mengubah jadwal latihannya.

Jika terpaksa harus tetap latihan, pelari disarankan untuk menyesuaikannya dengan cara memperpendek jarak dan durasi. Berbeda dengan Mandje, Alex Hutchinson yang merupakan jurnalis ilmu olahraga justru mengatakan berlatih di musim panas membuat tubuh lebih terlatih dan lebih kuat.

Penelitian menunjukkan bahwa berlari di kondisi cuaca panas tidak hanya meningkatkan plasma darah yang dapat membawa lebih banyak oksigen. Tetapi juga membuat para pelatih lebih sabar saat berlari jarak jauh.

"Anda harus bisa menahan penderitaan, menyesuaikan diri dengan ketidaknyamanan sehingga akan berefek pada katahanan fisik," kata Hutchinson.

Meski demikian, Hutchinson mengingatkan tetap ada risiko yang harus dipertimbangkan. Salah satunya akan berpengaruh terhadap tingkat hidrasi. Dalam beberapa kasus ekstrim, overhidrasi dapat menyebabkan racun air atau hyponatremia.

Sejumlah atlet mengeluarkan banyak cairan atau keringat lebih dari lainnya. Seorang pelari bahkan bisa berkeringat sampai 2,6 liter dalam satu jam. Sehingga penting bagi pelari untuk mempelajari tentang hidrasi.

Oleh karena itu, para pelari disarankan untuk meminum cukup cairan. Mereka juga bisa mengonsumsi suplemen atau minuman mengandung elektrolit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement