Senin 16 Jul 2018 05:10 WIB

Kongkow dan Bayar Seikhlasnya di Kopi Tarto

Biji kopi ditumbuk menggunakan cobek.

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Ani Nursalikah
Di Kedai Kopi Tarto di Bantul, Yogyakarta, biji kopi diulek untuk mendapatkan sensasi berbeda.
Foto: Republika/Eric Iskandarsjah Z
Di Kedai Kopi Tarto di Bantul, Yogyakarta, biji kopi diulek untuk mendapatkan sensasi berbeda.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Bagi pecinta kopi, tidak ada salahnya untuk sejenak mencoba menikmati cita rasa Kopi Tarto. Kedai Kopi Tarto adalah sebuah kedai kopi kecil yang kerap dijadikan tempat berkumpulnya anak-anak seni dari komunitas Sakatoya.

Kedai kopi ini sangat sederhana, namun sarat akan makna persahabatan. Kedai ini terletak di Rumah Akanan, tepatnya di Gang Soka, RT 03/RW 03 Jagalan, Kotagede, Banguntapan, Bantul.

Pemilik Tarto Kopi, Anggana, mengatakan pengunjung yang datang untuk minum kopi di tempat ini akan diajak ngobrol, bercanda dan selayaknya pulang ke rumah sendiri. "Makanya kami namakan kedai kopi ini Tarto. Nama Tarto, diambil dari paduan dua kata Jawa 'ntar' dan 'tho' (ntar tho) yang artinya 'sebentar dulu'," ujar Anggana.

Menurut lelaki yang lebih akrab disapa Eng ini, filosofi makna dari Tarto sangat mendalam. Ia mengungkapkan, setiap pengunjung yang datang akan disambut bukan sebagai pembeli, namun sebagai saudara dan keluarga.

"Makanya ntar tho. Jangan pulang dulu, ngobrol dulu," ujar lelaki jebolan Institut Seni Indonesia (ISI) tersebut.

Untuk kopi yang ditawarkan, ada banyak varian rasa yang bisa Anda nikmati di kedai Tarto Kopi. Ada kopi gayo, bajawa flores, kintamani hingga kopi lampung.

Menariknya, setiap satu gelas kopi yang disajikan di Tarto Kopi ini terasa spesial karena biji kopi tidak di grinding atau digiling selayaknya kedai kopi lainnya, melainkan ditumbuk menggunakan cobek.

photo
Kopi Gayo Aceh

Alasannya, menurut Eng, karena dengan diulek dia akan memiliki banyak waktu untuk bisa ngobrol bersama pelanggannya. "Biji kopi ini saya ulek karena akan lebih unik. Proses pembuatan secangkir kopi akan lebih lama. Kita bisa lebih banyak ngobrol. Selain itu, wangi biji kopi yang diulek juga akan lebih semerbak," kata dia.

Warung kopi ini kerap dijadikan tempat kongkow anak-anak muda. Tempatnya yang teduh dan asyik, membuat para pengunjung betah berlama-lama menikmati kopi di Kedai Tarto ini.

Apalagi, menikmati secangkir kopi di tempat ini tak usah memikirkan besarnya tagihan. Di kedai ini, secangkir kopi dibayar dengan sukarela. Eng pun menyediakan kotak kecil yang ditaruh di pinggir meja untuk tempat bayar kopi.

"Kenikmatan kopi tak selalu dibayar dengan materi. Namun, harga terbaik dari secangkir kopi adalah relasi," katanya.

Oleh karena itu, penikmat kopi dapat membayar dengan asas sukarela. Eng lebih ingin mendapat relasi baru, ketimbang profit.

Eng pun bercerita, awal mula membuka kedai Tarto Kopi ini berawal dari seringnya ia berkumpul bersama teman-teman dan relasi dari komunitas Sakatoya. Dari obrolan ringan, sampai kemudian ia bersama temannya, Gusti, terpikir membuat satu usaha kecil-kecilan.

"Awalnya, kita dari Sakatoya sering kumpul bersama jaringan komunitas lain, pikir saya ingin buat usaha kopi kecil sehingga tamu yang datang bisa menunggu sambil menikmati kopi. Apalagi Gusti merupakan mantan barista," ucap Eng.

Dari rencana itu, akhirnya pada 7 April 2018, kedai Tarto Kopi secara resmi mulai dibuka dan siap melayani setiap hari, dari pukul 16.00 WIB sampai pukul 01.00 WIB. Tempatnya yang teduh dan jauh dari hingar bingar Kota Yogyakarta pun membuat kedai kopi ini mungkin menjadi tambahan alternatif bagi penikmat kopi yang ingin menikmati sensasi berbeda.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement