REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu komentar kasar yang menyakitkan di media sosial bisa berakibat fatal. Pihak yang dihina atau dirisak lewat sarana siber itu pada akhirnya bisa mengalami stres, depresi berkepanjangan, bahkan memantik keinginan bunuh diri.
Konsekuensi negatif era digital tersebut dikemas dalam film layar lebar Aib #CyberBully. Dengan genre horor dan thriller, rumah produksi Surya Films dan Anami Films mengemas cerita di mana aib seseorang diviralkan di dunia maya.
"Kami berharap film ini bisa menjadi upaya menghentikan perisakan. Korban jiwa akibat bully seharusnya bisa dicegah dan semestinya bisa dihindari," kata Amar Mukhi, sutradara sekaligus produser film Aib #CyberBully.
Problematika tersebut juga disoroti oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI Retno Listyarti menyampaikan, jumlah kasus perisakan siber mengalami peningkatan yang cukup signifikan beberapa tahun terakhir.
Data kasus pornografi dan kekerasan siber yang dialami anak tercatat sejumlah 188 pada 2011. Lantas, sepanjang 2017 jumlahnya melonjak menjadi 514 kasus. Itu pun belum termasuk banyak kasus lainnya yang tidak terjangkau oleh KPAI.
Menurut Retno, pencegahan perisakan siber di dunia maya sangat bergantung pada orang tua. Ayah dan ibu di rumah perlu selalu memberikan pemahaman kepada anak dan remaja untuk cerdas bermedia sosial, selain melakukan pengawasan dan pendampingan.
"Usia anak dianggap siap mengakses gawai minimal 13 tahun. Orang tua jangan hanya memberikan perangkat tetapi juga harus melakukan pengecekan dan kontrol, memastikan anak tidak menjadi korban atau pelaku bully," kata Retno.