Rabu 04 Jul 2018 17:20 WIB

Perempuan yang Kerja Berlebihan Rentan Terkena Diabetes

Penelitian menunjukkan pria lebih tahan jam kerja tinggi dibandingkan perempuan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wanita karier
Foto: Republika/Musiron
Wanita karier

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang atau bahkan kita kadang bekerja berjam-jam demi mengejar karier atau tugas semata. Padahal bekerja tak kenal waktu itu ternyata memiliki efek merugikan bagi kesehatan.

Stres yang meningkat bahkan menimbulkan penyakit kronis adalah efek buruk dari bekerja secara berlebihan. Dalam studi terbaru yang mengeksplorasi efek dari jam kerja yang diperpanjang, peneliti mengatakan, diabetes tipe 2 mungkin salah satunya. Seorang ahli epidemiologi dan postdoctoral di Institute for Work and Health di Toronto Mahee Gilbert-Ouimet dan rekan-rekannya menganalisis data dari database lebih dari 7.000 pekerja di Kanada.

Peneliti mengikuti mereka selama lebih dari 12 tahun untuk lebih memahami apakah jam kerja dapat mempengaruhi risiko diabetes. Dalam studi yang dipublikasikan di BMJ Diabetes Research & Care, mereka melaporkan wanita yang bekerja lebih dari 45 jam seminggu memiliki risiko 51 persen lebih tinggi terkena diabetes selama masa studi dibandingkan dengan wanita yang bekerja 35 sampai 40 jam per pekan.

Hasil  itu didapatkan setelah ilmuwan menyesuaikan faktor-faktor potensial lain yang dapat mempengaruhi risiko diabetes, termasuk aktivitas fisik, BMI dan merokok. Hanya saja, mereka tidak melihat efek yang sama pada pria. Pria yang bekerja lebih lama tampaknya memiliki risiko lebih rendah terkena diabetes dibandingkan dengan pria yang bekerja lebih sedikit.

"Saya terkejut melihat efek perlindungan yang agak lebih panjang dari jam kerja di antara pria. Di antara wanita, kita tahu wanita cenderung menganggap banyak tugas dan tanggung jawab keluarga di luar tempat kerja, sehingga orang dapat berasumsi bahwa bekerja berjam-jam di atas itu dapat memiliki efek buruk pada kesehatan," kata Gilbert-Ouimet, dikutip dari Time, Rabu (4/7).

Peneliti menemukan, misalnya, efek dari jam kerja yang lebih lama terjadi lebih kuat di kalangan wanita tertentu.  Contoh saja pada wanita yang melakukan penebangan lebih dari 45 jam seminggu di tempat kerja dan tinggal dengan anak-anak di bawah usia 12 tahun.

Alasan potensial lainnya untuk perbedaan gender mungkin ada hubungannya dengan jenis pekerjaan yang dilaporkan laki-laki. Dalam penelitian, sekitar sepertiga dari pria yang bekerja berjam-jam mengatakan mereka menghabiskan waktu itu dengan melakukan kombinasi duduk, berdiri dan berjalan dibanding 8 persen dari wanita yang bekerja lebih lama.

Tingkat aktivitas fisik pria yang lebih tinggi dapat membantu menjelaskan, sebagian, risiko lebih rendah terkena diabetes. Hasilnya menambah pemahaman yang berkembang tentang bagaimana jam kerja mempengaruhi kesehatan, dan terutama diabetes.

Penelitian sebelumnya menemukan, kalau orang yang bekerja lebih lama tampaknya memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes dibandingkan dengan mereka yang bekerja lebih sedikit untuk orang-orang dengan status sosial ekonomi yang lebih rendah.

Sebagian besar penelitian juga hanya mencakup pria dan bukan wanita. Gilbert-Ouimet dan timnya tidak menemukan rincian risiko yang serupa dengan tingkat keterampilan. Namun, dia mencatat, ada beberapa kasus diabetes di antara mereka yang memiliki pekerjaan terampil yang lebih rendah, dan karena itu studi itu mungkin tidak memiliki kekuatan statistik untuk mengambil tren yang valid.

Kenyataan jam kerja yang lama dapat terhubung dengan diabetes tidak sepenuhnya mengejutkan. Orang yang bekerja lebih dari 40 jam seminggu dapat mengalami tingkat stres yang lebih tinggi, yang dapat mengubah hormon seperti kortisol.

Perubahan kortisol dapat mempengaruhi kadar insulin tubuh dan kemampuannya untuk memecah gula. Stres yang lebih tinggi juga dapat mengganggu tidur dan menyebabkan kesehatan mental yang lebih buruk, dengan begitu dapat berkontribusi terhadap perubahan berat badan dan tingkat insulin, dan berkontribusi terhadap diabetes.

"Saya pikir dokter harus menanyakan pertanyaan berapa jam seminggu pasien mereka bekerja. Dan jika wanita juga memiliki faktor risiko, maka mereka harus mendiskusikan lebih banyak kunjungan tindak lanjut atau tes skrining untuk diabetes," kata Gilbert-Ouimet.

Gilbert-Ouimet mengingat hal yang baru di mana smartphone membuat semua orang tetap bekerja. Sehingga kegiatan memantau layar ponsel merupakan panggilan bekerja yang tidak ada habisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement