REPUBLIKA.CO.ID, PHILADELPHIA – Perlu berhati-hati bagi anak-anak maupun orang dewasa yang gemar mengonsumsi antibiotik yang biasa diresepkan. Sebuah studi di Philadelphia, Amerika Serikat (AS), menyebutkan bahwa orang-orang yang gemar mengonsumsi lima jenis antibiotik lebih mungkin mengembangkan potensi penyakit batu ginjal daripada orang-orang yang tak mengonsumsi obat-obatan antibiotik.
Dilansir dari Reuters, para peneliti memeriksa catatan kesehatan elektronik yang dikumpulkan sejak 1994 hingga 2015. Ditemukan bahwa sebanyak 25.981 orang terkena batu ginjal, sementara sebanyak 259.797 orang tidak terkena imbas batu ginjal. Para peneliti pun kemudian mencari resep antibiotik sebelumnya pada kedua kelompok tersebut dengan menggunakan diagnosis batu ginjal sebagai tanggal indeks.
Paparan tiga sampai 12 bulan sebelum tanggal indeks ke salah satu dari lima antibiotik, ditemukan terkait dengan peningkatan risiko batu ginjal. Kelima jenis antibiotik itu adalah sulfas, sefalosporin, fluoroquinolon, nitrofurantoin/methenamine, dan penisilin spektrum luas.
“Tanpa ragu, antibiotik telah menyelamatkan jutaan nyawa dan diperlukan untuk mencegah kematian dan bahaya serius dari infeksi, manfaatnya lebih besar daripada potensi bahaya, ”kata pemimpin penulis studi dari Children's Hospital of Philadelphia, Dr Gregory Tasian.
Baca: Ilmuwan Cari Cara Perangi Kuman Kebal Antibiotik
Dia melanjutkan, hasil ini tidak menunjukkan bahwa antibiotik tidak boleh diresepkan ketika diindikasikan. “Namun, mereka mendukung pelayanan antibiotik, penggunaan antibiotik yang bijaksana dan tepat dan mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat untuk penyakit virus,” ujarnya.
Para ilmuwan juga sebenarnya telah mengetahui, antibiotik mengubah komposisi mikrobioma manusia, yakni semua bakteri, virus, dan jamur yang hidup di dalam tubuh. Dalam Journal of American Society of Nephrology disebutkan, perubahan mikrobioma usus dan kemih juga telah dikaitkan dengan batu ginjal. Namun, belum ada penelitian sebelumnya yang mengungkapkan hubungan antara antibiotik dan batu ginjal.
Temuan studi itu juga menyebutkan, risiko paling kuat untuk batu ginjal adalah pada anak-anak dan remaja. Risiko batu ginjal menurun dari waktu ke waktu, tetapi tetap meningkat beberapa tahun setelah penggunaan antibiotik.
Namun, tidak semua antibiotik dikaitkan dengan peningkatan risiko batu ginjal. Studi ini meneliti sebanyak 12 jenis antibiotik, dan menemukan tujuh jenis yang tampaknya tidak memengaruhi risiko batu ginjal.
Namun, para penulis menekankan, penelitian ini bukan sebuah eksperimen terkontrol yang dirancang untuk membuktikan bagaimana antibiotik dapat menyebabkan batu ginjal. Batasan penelitian ini adalah beberapa orang mungkin memiliki masalah ginjal yang tidak terdiagnosis sebelum mereka mengambil antibiotik, berpotensi meningkatkan risiko yang terkait dengan antibiotik.
Seorang peneliti di University of Western Ontario yang juga merupakan Wakil Direktur Pusat Kanada untuk Human Microbiome and Probiotics, Lawson Health Research Institute di London, Ontario, Jeremy Burton, mengatakan bahwa batu ginjal juga dapat waktu bertahun-tahun untuk berkembang dan hanya memengaruhi sekitar 10 persen orang. Hal ini membuatnya sulit untuk membuktikan kaitan langsung antara antibiotik dan batu ginjal.
“Tingkat penyakit batu ginjal telah meningkat dengan mantap tanpa alasan yang jelas, dan banyak teori telah dipostulasikan. Ini berkisar dari pemanasan global yang mengakibatkan penurunan hidrasi hingga perubahan mikrobiom karena pola makan Barat yang tidak sehat,” ujar Burton, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Dia juga menenkankan, penting untuk dicatat, bahkan dengan ukuran sampel yang sangat besar ini (dalam penelitian), beberapa faktor pembaur mungkin tetap ada. Seperti penggunaan antibiotik untuk pengobatan infeksi saluran kemih, suatu kondisi yang terkait dengan batu ginjal. "Meskipun demikian, data ini menunjukkan bahwa ada risiko yang terkait dengan penggunaan antibiotik dan batu ginjal tertentu,” tuturnya.