REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rohika Kurniadi Sari mengatakan, orang dewasa jangan menggoda anak-anak yang bermain dengan lawan jenis dengan menyebutnya berpacaran.
"Orang tua harus menjelaskan informasi yang jelas pada anak. Anak-anak mudah meniru. Model yang dia tangkap akan diikuti," kata Rohika dalam bincang-bincang dengan media yang diadakan di Jakarta, Jumat (25/5).
Menurut Rohika, harus ada terobosan yang progresif dari orang tua untuk mencegah perkawinan anak. Apalagi, tantangan anak dan orang tua saat ini sangat kompleks, tidak bisa disamakan dengan sebelumnya.
"Pengaruh globalisasi sangat kuat. Orang tua dan anak-anak sama-sama terpapar. Orang tua harus mempersiapkan anak-anaknya menghadapi perkembangan teknologi," ujarnya.
Rohika mengatakan perkawinan anak harus dicegah karena dapat melanggar hak-hak anak, baik hak anak yang dikawinkan maupun anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Selain itu, perkawinan anak dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang disebabkan ketidaksiapan mereka berumah tangga.
"Dengan menikah, mereka dipaksa menjadi dewasa. Padahal, reproduksi mereka masih berkembang, belum siap. Begitu pula dengan psikologis mereka. Bila terjadi pertengkaran dengan pasangannya, anak-anak mereka bisa menjadi korban," katanya.
Indonesia berada di urutan ketujuh dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia, dan tertinggi kedua setelah Kamboja di Asia Tenggara.