Ahad 20 May 2018 15:16 WIB

Banyak Pasien Kanker Payudara Tunda Pengobatan Medis

Terjadinya penundaan berobat akan memengaruhi kualitas hidup pasien.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
Wakil Ketua I Yayasan kanker Indonesia Cabang DIY, IM Sunarsih, usai ujian promosi doktor di Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, di Auditorium FKKMK.
Foto: Neni Ridarineni.
Wakil Ketua I Yayasan kanker Indonesia Cabang DIY, IM Sunarsih, usai ujian promosi doktor di Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, di Auditorium FKKMK.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Banyak pasien kanker payudara yang datang ke rumah sakit sudah dalam stadium lanjut. Kondisi tersebut karena pasien menunda pengobatan medisnya dan mencoba melakukan pengobatan non medis.

"Karena itu kami melakukan penelitian untuk mencari penyebab para pasien kanker menunda pengobatan medis," kata Wakil Ketua I Yayasan Kanker Indonesia Cabang DIY, IM Sunarsih, saat ujian promosi doktor di Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, di Auditorium FKKMK.

Dalam penelitiannya, dilakukan dengan metode kualititatif terhadap 20 pasien kanker payudara yang sedang melakukan pengobatan medis, yang pernah menunda pengobatan medisnya. Ia pun mengungkapkan hasil penelitian penyebab terjadinya penundaan pengobatan medis.

Antara lain karena takut, kurangnya pengetahuan tentang kanker dan gejalanya, mitos dan budaya menentukan keputusan, tidak percaya diagnosis kanker, terhambatnya komunikasi dengan dokter, pelayanan, biaya, keterbatasan fasiltas, dan percaya pengobatan alternatif.

Sunarsih mengungkapkan dari 20 informan, sebanyak 19 orang (95 persen) melakukan pengobatan non medis terlebih dahulu. Pengobatan non medis dilakukan dengan herbal (direbus, dimasukkan dalam kapsul), diberikan dalam bentuk cairan, parem, pijat, usap dengan kapas, penyakit dipindah ke kambing, dihisap darahnya oleh lintah, penyakit ditarik, kapas dimasukkan dalam mulut, totok di kaki, lantai ditepuk-tepuk, punggung diusap tisu, dan doa dengan air putih.

Di samping itu, sebagian partisipan juga datang ke pengobatan lain yang memberikan terapi akupunktur, rompi, reiki, shinshe, ulama, dan dokter yang memberikan terapi non medis. "Semua informan yang melakukan pengobatan dengan laser, reiki, akupunktur, dan rompi merasa tidak mendapat kesembuhan, akhirnya melakukan pengobatan medis," jelasnya.

Padahal, lanjut Sunarsih, terjadinya penundaan berobat akan memengaruhi kualitas hidup pasien, karena tujuan pengobatan penyakit tidak hanya mengobati penyakit, tetapi memelihara dan meningkatkan kualitas hidup melalui meringankan gejala nyeri, penderitaan, promosi kesehatan dan prevensi dari penyakit, prevensi dari kematian yang terlalu awal, edukasi dan konseling pasien, serta meringankan dengan memberikan dukungan.

Lebih lanjut ia mengungkapkan lama waktu informan merasakan gejala sampai dengan melakukan pengobatan medis sangat bervariasi antara satu bulan sampai lima tahun. Bahkan sebanyak 45 pesen informan melakukan pengobatan medis lebih dari satu tahun setelah adanya gejala. "Ada sebelas dari 20 informan yang tidak tahu SADARI (periksa payudara sendiri), tiga orang tahu SADARI, tapi tidak melakukan, serta enam orang tahu SADARI dan melakukannya (30 persen).

Karena itu, dalam disertasinya, Sunarsih juga membuat pedoman relawan dalam bentuk buku saku yang bisa digunakan dalam melakukan tugas mendampingi pasien kanker. Dalam pedoman tersebut, antara lain berisi tentang apa itu SADARI, mengapa dilakukan SADARI, dan bagaimana cara melakukannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement