Jumat 18 May 2018 15:09 WIB

Dokter Terangkan Rekayasa Hipertensi 'Pesanan' Setnov

Hipertensi bisa dibuat dengan bantuan obat-obatan tertentu.

Dokter Bimanesh Sutarjo Spesialis Penyakit Dalam Konsultan ginjal dan hipertensi RS Medika Permata Hijau memberikan keterangan terkait perkembangan Setya Novanto di RS Medika Permata Hijau, Jumat (17/11).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Dokter Bimanesh Sutarjo Spesialis Penyakit Dalam Konsultan ginjal dan hipertensi RS Medika Permata Hijau memberikan keterangan terkait perkembangan Setya Novanto di RS Medika Permata Hijau, Jumat (17/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli penyakit dalam dan hipertensi dokter Jose Roesma mengatakan bahwa hipertensi (tekanan darah tinggi) dapat direkayasa. "Hipertensi memang bisa direkayasa, makan obat saja pak, obat amfetamin, pakai shabu atau segala macam. Bisa naik tensinya," kata Jose dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (18/5).

Jose menjadi ahli untuk terdakwa dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo yang didakwa bekerja sama dengan advokat Fredrich Yunadi untuk menghindarkan Ketua DPR Setya Novanto diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik. Dalam dakwaaan, Bimanesh adalah dokter yang "dipesankan" Fredrich Yunadi untuk memeriksa Setya Novanto (Setnov) di RS Medika Permata Hijau dengan keluhan hipertensi. Namun, belakangan Setnov malah mengalami kecelakaan pada 16 November 2017 namun tetap dibawa ke RS itu dan diperiksa oleh dokter Bimanesh Sutardjo.

"Misalnya ada obat batuk atau obat tetes hidung untuk membuat pembuluh darahnya menciut supaya hidungnya bisa lebih lega, itu bisa membuat hipertensi, jadi tergantung niatnya bagaimana. Makan amfetamin itu menaikkan tensi, malah orang yang tensinya rendah kalau kita kasih epinephrine (obat alergi) jadi bisa direkayasa," jelas Jose.

Namun menurut Jose, agar hipertensi itu dapat terjadi, obat-obatan tersebut harus dikonsumsi secara berkelanjutan. "Tiap sebentar (dikonsumsi) harus ditambah lagi, jadi bisa direkayasa," tambah Jose.

Orang-orang yang mengkonsumsi obat hipertensi pun tidak ada ukuran seberapa besar obat itu mempengaruhinya. "Tidak ada ukuran pastinya, tergantung sensitivitas yang bersangkutan apalagi kalau dia ada bakat hipertensi dikasih obat itu bisa naik tensinya," tegas Jose.

Dokter pun dapat mencari tahu apakah seseorang tersebut benar-benar pingsan atau hanya pura-pura pingsan. "Dokter umum secara umum juga bisa menentukan misalnya kita cubit saja dia bereaksi atau tidak itu menunjukkan refleksnya masih jalan. Kita buka matanya kemudian kita senter dia beregerak atau tidak, banyak tanda tanda kedokteran yang bisa menentukan orang ini benar pingsan atau tidak, masih bereaksi atau tidak," ungkap Jose.

Hal itu ditanyakan jaksa mengingat menurut Setnov ia tiba di RS Media Permata Hijau dalam kondisi tidak sadarkan diri. Ia juga tidak bisa mengingat apa yang terjadi kepadanya setelah mengalami kecelakaan di daerah Permata Hijau.

Menurut Jose, seorang dokter pun harus mengobati orang yang datang kepadanya apapun kondisinya, meski berstatus buronan sekalipun. "Pertama ya kita obati pasien dalam kondisi apapun dan apapun yang saya lihat itu rahasia saya dan pasien kecuali diperintah oleh pengadilan. Tugas saya sebagai dokter hanya memeriksa, kalau memang ini terkait buronan segala macam ya kita laporkan ke pimpinan rumah sakit atau staf ahli di manajeman rumah sakit.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement