Kamis 17 May 2018 02:19 WIB

Didiagnosis Hipertensi? Ini yang Harus Dilakukan

Papdi menetapkan target pengobatan tekanan darah 140/90 mmHg

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolanda
obat (ilustrasi)
Foto: pxhere
obat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tekanan darah tinggi (hipertensi) menjadi salah satu ancaman kematian. Bahkan, komplikasi hipertensi bisa menyebabkan kematian nomor lima tertinggi di Indonesia.

Dokter spesialis penyakit dalam Suhadjono membenarkan, sekitar 1 miliar orang di dunia saat ini menderita penyakit kronis ini. Ia menyebutkan, Indonesia kini sebagai negara berkembang dan pertumbuhan ekonomi besar kenaikannya diprediksi prevalensi penyakit ini bisa meningkat. 

Ia menyebutkan orang yang berisiko hipertensi jika memiliki tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg tetapi di atas 120/80 mmHg yang artinya lebih dari 120 mmHg tekanan darah sistolik dan lebih dari 80 mmHg tekanan darah diastolik.

"Karena itu Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (Papdi) menetapkan target pengobatan tekanan darah 140/90 mmHg. Jadi tekanan darah ini harus diturunkan," katanya di Jakarta, Rabu (16/5).

(Baca: Komplikasi Hipertensi Penyebab Kematian Nomor Lima Terbesar)

Ia menyebutkan, orang yang didiagnosis menderita hipertensi harus minum obat teratur. Penderita tidak boleh putus minum obat karena banyak pasien yang ketika berobat sudah komplikasi dan terkena gagal ginjal.

"Ini karena pada umumnya penderita berobat tidak teratur. Ia mengabaikannya, padahal hipertensi penyakit kronis dan harus minum obat setiap hari," katanya.

Artinya, kata dia, kalau konsumsi obat disetop maka tekanan darah akan mendadak naik. Jadi ia meminta penderita harus mengkonsumsi obat penyakit ini setiap hari. 

Tak hanya itu, kata dia, penderita juga harus rajin kontrol ke dokter. Kemudian, penderita hipertensi juga harus menjaga pola hidupnya seperti tidak obesitas atau kelebihan berat badan, melakukan aktivitas fisik, banyak makan sayur dan buah, hingga membatasi makan asin dan garam 5-6 gram per hari. Penderita wajib memperhatikan makanan yang masuk tubuhnya.

"Karena banyak natrium tersembunyi misalnya di bumbu masak atau di makanan cepat saji yang banyak mengandung garam," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement