REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap makanan di berbagai daerah Indonesia memiliki cerita masing-masing. Begitu juga dengan makan khas asal Minang satu ini, yaitu rendang.
Di balik kelezatan rasanya yang gurih, pedas, dan lezat, rendang bila didalami mengandung filosofi tersendiri. Mulai dari bahan hingga bumbu-bumbunya. "Dari semua ingredient (bahan-bahan) itu punya arti," kata Ketua Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) Vita Datau Messakh saat ditemui Republika.co.id usai acara peluncuran Traveloka Eats di Paradigma Kafe, Jakarta belum lama ini.
Misalnya dari dagingnya yang kaya akan protein yang tinggi, ternyata dapat dimaknai sebagai petinggi di masyarakat. "Jadi dia melambangkan petinggi-petinggi atau pun pemangku kepentingan yang paling tinggi di sebuah masyarakat," katanya.
Sementara bumbu cabainya diangap melambangkan guru ngaji. "Zaman dulu kalau guru ngaji mereka punya kata-kata yang tajam dan pedas," kata Vita. Melalui kata-kata yang tajam dan pedas seperti cabai ini, dimaksudkan untuk bisa mendidik anak-anak. "Karena kalau anak-anak itu tidak didik dengan keras dan disiplin itu nggak jadi," tambah dia.
Bumbu lain seperti kelapa dilambangkan sebagai cendikiawan yang dapat menyatukan masyarakat. "Kelapa namanya itu keramba. Itu melambangkan cendikiawan. Cendikiawan itu cenderung untuk menyatukan semua unsur masyarakat karena dia bisa menganalisa, bisa memberikan alasan. Jadi cendikiawan itu dianggap sebagai pemersatunya," kata dia.
Tanpa kelapa, rasa dari berbagai bahan hingga rempah yang ada pada rendang tidak akan menyatu. "Rasa rendang kalau nggak ada kelapanya nggak bisa ngiket," ujar dia.
Sementara itu secara umum, bahan dan bumbu yang banyak pada rendang dianggap melambangkan semua unsur komunitas dalam sebuah masyarakat. Sehingga, jika salah satu dari bumbu itu hilang maka rasa rendang tidak akan lengkap."Kalau hilang satu saja rasanya tuh nggak lengkap sebagai rendang. Itu sebabnya semua orang di dalam masyarakat jadi penting," ungkapnya.
Rendang merupakan salah satu dari lima makanan yang ditetapkan sebagai makanan nasional. Bersama nasi goreng, satai, soto, dan gado-gado, makanan ini diharap menjadi lokomotif kuliner Indonesia.