REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Curious People Roastery, Hideo Gunawan, selalu mengatakan kalau rasa asam di kopi itu positif. Rasa itulah yang pertama memenuhi indera pengecap ketika menyeruput kopi khas Papua. Kopi yang ditanam di wilayah timur Indonesia ini merupakan jenis arabika dengan cita rasa sedikit asam.
Saat berbincang tentang kopi Papua di Alenia Papua Coffee and Kitchen beberapa waktu lalu, ia mengatakan, kopi terbaik Papua berada di Kabupaten Pegunungan Bintang. Ditanam pada ketinggian 1.900 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga 2.250 mdpl, menjadikan kopi ini tumbuh sangat baik. Kopi arabika umumnya tumbuh pada 1.500 mdpl dengan suhu 18 hingga 23 derajat celsius.
"Begitu kopi tumbuh di atas 1.800 mdpl, kualitasnya luar biasa dengan pengolahan yang baik," katanya.
Ia bahkan telah bertolak langsung ke perkebunan kopi di kabupaten dengan ibu kota Oksibil tersebut. Diakui Hideo, petani di sana sudah pandai memetik kopi. Kopi yang dipetik seragam berwarna merah, tidak seperti petani di Sumatera maupun Jawa yang memetik kopi dengan warna beragam.
Kondisi tanah yang masih alami rupanya turut mendukung pertumbuhan pohon kopi tanpa penggunaan pestisida maupun pupuk buatan. Tidak hanya itu, para petani juga menaruh rumput-rumput di tanah yang mampu menghindri tanah dari paparan sinar matahari. Dengan adanya rumput, kelembapan tanah akan lebih terjaga sekaligus mengurangi potensi erosi saat hujan. "Rumputnya kalau sudah membusuk juga menjadi pupuk," ujarnya.
Kopi sebenarnya baru masuk ke tanah Papua pada tahun 1970-an. Tergolong baru bila dibandingkan dengan wilayah barat Indonesia seperti Sumatera yang telah lebih dulu mengenal kopi. Menjadi pemain baru dalam perkebunan kopi rupanya bukan hal buruk bagi Papua. Sebab, sebagai daerah baru di komoditas ini belum terbentuk pemahaman 'paling tahu' dari para petaninya. Hal ini membuat petani kopi di Papua khususnya Pegunungan Bintang lebih terbuka dengan ide-ide baru dalam pengolahan kopi secara baik.
Peminat kopi ini pun berasal dari penjuru dunia seperti Australia, Selandia Baru, dan Eropa. Potensi ini dimanfaatkan pemerintah setempat untuk fokus menjadikan tanaman tahunan ini sebagai komoditas unggul di seluruh Pegunungan Bintang. Bupati Pegunungan Bintang Costan Oktemka menyadari betul bentang alam wilayahnya yang tidak pernahmemiliki pesisir. "Tidak ada yang bisa kami jual selain kopi," katanya.
Rata-rata, petani di Kabupaten dengan luas 15.682 kilometer persegi ini memiliki 1.000 tanaman kopi per kepala keluarga (kk). Dari 1.000 batang tanaman, ia melanjutkan, bisa menghasilkan 300 hingga 600 kilogram (kg) biji kopi.