Selasa 10 Apr 2018 07:15 WIB

Pentingnya Peran Orang Tua Hasilkan Generasi Senang Baca

Orang tua jangan sekadar memberikan buku, namun juga aktif berdialog dengan anak.

Rep: MGROL102/ Red: Yudha Manggala P Putra
Anak-anak membaca buku di Taman Baca Bulian, Jagakarsa, Jakarta, Senin (12/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak membaca buku di Taman Baca Bulian, Jagakarsa, Jakarta, Senin (12/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Menumbuhkan minat baca pada anak susah-susah gampang. Orang tua dinilai tidak sekadar menyodorkan buku saja, namun juga perlu mengambil peran dan tindakan nyata.

Hal itu diungkapkan Penulis buku Maman Suherman saat ditemui oleh Republika.co.id, Kamis, (5/4) lalu di Chubb Square, Jakarta Pusat. Menurutnya ada tiga hal yang setidaknya bisa dilakukan untuk memancing minat baca anak yang sulit ditolak mereka yakni story telling, permainan, sama hadiah.

"Kalau saja orangtua memainkan tiga peran ini saja. Mau menjadi pendongeng yang baik, mau jadi pendengar yang baik. Kita akan lahirin generasi-generasi literat," ujar dia.

Menurut pria yang akrab disapa Kang Maman ini, yang dibutuhkan untuk menciptakan generasi melek baca itu bukan sekadar anak diberikan buku. Orang tua juga perlu memastikan sang anak memahami atau tidak buku tersebut atau kalau pun tidak, setidaknya anak ini punya sumber yang dapat menjadi tempat ia bertanya.

“Kalau ibu atau bapak, tidak boleh cuma satu pihak cuma ngasih buku, setelah itu dia asyik dengan kesibukannya sendiri nggak akan berhasil. Generasi literat nggak akan muncul,” ujar pria kelahiran Makassar 10 November 1965 ini.

Ia menegaskan bahwa literasi itu bukan sekadar baca tulis. Justru melalui baca tulis hal itu merupakan gerbang awal untuk memasuki literasi. ”Literasi itu pada intinya bukan cuma baca tulis. Baca tulis keberaksaran itu kan pintu masuk,” ungkap dia.

Tidak berhenti sampai proses memahami sebuah bacaan, setelah ini orang tua juga perlu mengajak anak melakukan diskusi terkait buku yang mereka baca, “Harus ada dialog, harus ada suasana di mana orang mendiskusikan sebuah hal,” tambah dia.

Ketika tahap diskusi mampu dilewati, ketika anak tidak mengetahui tentang satu kata, anak bisa bisa mencari pengganti orang tua dalam bentuk buku untuk menemukan jawabannya.

“Kalau sudah dibiasakan bertanya kemudian dia dijawab. Pada satu titik ketika orang tuanya tidak ada pun, dia akan mencari pengganti orangtuanya dalam bentuk kamus, buku, dia akan kembali beli buku untuk mendapatkan jawaban itu dan itu harus lewat proses pembiasaan,” jelasnya.

Jika hal tersebut dilakukan orangtua, tanpa perlu diminta untuk membaca buku, anak bisa saja jadi senang membaca.

“Jadi nggak dipaksakan untuk harus baca ini nanti saya nggak mau tau, ya, enggak. Tapi, setelah baca, malah kalau perlu ibu dan bapaknya yang bertanya, tadi kamu baca apa, boleh diceritain enggak. Ada yang dimengerti atau tidak dimengerti nggak,” ujar pria yang pernah menjadi jurnalis hingga pimpinan redaksi di grup media nasional ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement