REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Penelitian baru di Amerika Serikat (AS) menemukan wanita berisiko lebih tinggi menderita serangan jantung pada enam pekan setelah melahirkan. Waktu setelah melahirkan dikenal sebagai periode postpartum.
Mereka yang dianggap berisiko tinggi harus dimonitor secara ketat bahkan setelah meninggalkan rumah sakit. Studi ini dilakukan oleh para peneliti di University of Illinois di Chicago dan menganalisa lebih dari 50 juta pasien rawat inap terkait kehamilan di kalangan wanita usia 13 hingga 49 tahun di AS dalam periode 2001 hingga 2011.
Para peneliti menemukan bahwa meskipun kurang dari dua persen dari semua rawat inap terkait kehamilan terjadi selama periode postpartum. Hampir 60 persen dari rawat inap gagal jantung berhubungan dengan kehamilan terjadi selama masa waktu ini.
Dari rawat inap gagal jantung terkait kehamilan, sebanyak 27,3 persen terjadi setelah persalinan dan 13,2 persen terjadi saat antepartum (sebelum persalinan). Penulis utama studi tersebut, Mulubrhan Mogos, mencatat bahwa gagal jantung adalah masalah signifikan bahkan di kalangan wanita usia reproduksi yang relatif muda.
Selain itu, wanita yang memiliki penyakit tambahan atau kondisi kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, khususnya berisiko mengalami serangan jantung. Tim juga menemukan faktor lain tampaknya meningkatkan risiko diagnosis gagal jantung sebelum dan sesudah melahirkan termasuk yang lebih tua, berkulit hitam, berasal dari Amerika Serikat bagian selatan, tinggal dalam rumah tangga berpendapatan rendah, dan terlibat dalam perilaku berisiko. Seperti menggunakan tembakau, obat-obatan, dan alkohol.
Mogos dan timnya sekarang percaya wanita berisiko tinggi perlu diidentifikasi dan dipantau sebelum meninggalkan rumah sakit dan pengawasan ini harus dilanjutkan selama periode postpartum. Perempuan biasanya keluar dari rumah sakit dalam dua hingga tiga hari setelah melahirkan dan tidak dievaluasi lagi oleh penyedia layanan kesehatan mereka sampai enam pekan kemudian.
"Ada kebutuhan meningkatkan kesadaran dan tindakan kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko dan mempromosikan strategi pencegahan di antara kelompok yang secara historis kurang beruntung," ujarnya Mogos, dikutip dari Malay Mail Online.