Senin 12 Mar 2018 19:11 WIB

Media Sosial Picu Krisis Perempat Baya

Generasi muda cenderung membandingkan kesuksesan dengan orang lain di media sosial.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Yudha Manggala P Putra
Smartphone. Ilustrasi
Foto: Reuters
Smartphone. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Krisis perempat baya, istilah untuk kondisi stres yang dialami usia muda, dikabarkan mulai meningkat di Australia. Berdasarkan penelitian Linkedin, kecemasan soal karier dan media sosial menjadi beberapa pemicunya.

Penelitian itu, dilansir Daily Mail, Senin (12/3),  menunjukan tingkat kecemasan masyarakat muda Australia usia 25 tahun-33 tahun yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mayoritas merasa tertekan soal nasibnya di masa depan.

Tekanan disebutkan karena mereka terlalu mementingkan bagaimana mencapai karier impian. Penelitian menyatakan, hampir dua pertiga partisipan berusia 25 sampai 33 tahun lebih cemas tentang karier mereka dibanding dengan hubungan pribadi.

Sebanyak 80 persen milenium Australia mengatakan, mereka merasa tekanan tinggi untuk sukses sebelum mencapai usia 30 tahun. Sementara itu, 29 persen orang muda Australia merasa telah menyia-nyiakan waktu bekerja di tempat yang salah. Sebanyak satu dari empat orang bahkan memilih istirahat dari pekerjaan akibat stres.

Meski 28 persen generasi muda berusia 25 sampai 33 tahun mengetahui apa pekerjaan impiannya, mereka juga tidak yakin bagaimana cara untuk mendekati karier tersebut. Dalam kelompok usia yang sama, mereka mengakui telah terbebani dengan terlalu banyak pilihan.

Alasan mengapa anak muda sangat cemas akan karier adalah karena ketidakpastian di sekitar mereka dan rasa takut kehilangan apa yang ditawarkan di kehidupan lain. "Meski tidak ada solusi sederhana untuk mengatasi krisis perempat baya, mendapat saran dari orang yang memiliki pengalaman serupa dapat membantu seseorang," demikian temuan LinkedIn.

Keberadaan media sosial yang kini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat semakin menambah tekanan. Sebab, platform tersebut kini sudah mendominasi kehidupan generasi muda yang memungkinkan mereka membandingkan kesuksesan dengan orang lain.

Pekerja sosial klinis, Debbi Carberry, mengatakan, media sosial menumbuhkan karakter rapuh secara emosional pada masyarakat dewasa muda. "Mereka paling mudah terhubung secara elektronik, tapi mudah terputus secara emosional. Masalahnya, 1.000 teman di Facebook sebenarnya tidak berarti apa-apa. Jauh lebih penting untuk punya tiga teman yang bisa kita andalkan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement