Sabtu 10 Mar 2018 14:08 WIB

Sepenggal Malam di Prambanan Jazz

Imaji itu selanjutnya menyusuri hikayat Roro Jonggrang yang telah melegenda.

Anas Syahrul Alimi, Founder Prambanan Jazz Festival
Foto: Dok: Pribadi
Anas Syahrul Alimi, Founder Prambanan Jazz Festival

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Anas Syahrul Alimi*

Menggelayut bulan di atas langit, guyuran sinarnya menerangi malam yang kian meninggi. Langit terlihat cerah. Tak ada awan mendung yang mengadang. Gemerlip bintang menari-nari seperti hendak merayakan malam yang ceria di atas langit candi Prambanan.

Malam itu, sebuah pesta tengah terhajat. Dua panggung besar berukuran 8x20 m telah menyedot ribuan anak manusia merayakan sebuah pesta bernama Prambanan Jazz Festival (PJF).

Dari kejauhan mata memandang, bangunan candi yang melancip di bagian atasnya terlihat berdiri kokoh menjulang ke atap langit. Bebatuan candi pun berubah warna menjadi kuning ketika guyuran sinar rembulan berselaras dengan tembakan lampu-lampu panggung yang berputar-putar menerangi candi dan atap langit. Indahnya candi Prambanan di malam itu. Sebuah mahakarya yang tak lekang ditelan waktu.

Di saat malam makin pekat, kesibukan di kawasan candi Prambanan justru tiada berkurang. Ribuan orang masih riang. Mereka larut menikmati malam dengan suguhan berbagai lagu, terutama repertoar-repertoar bergenre jazz. Selebrasi pesta tersaji dengan ragam latar belakang orang-orang yang datang sebagai penontonnya. Ada kaum tua, juga muda. Ada pula wanita dan pria. Lalu, berlalu lalang juga mereka yang menyandang status sebagai pejabat, eksekutif muda, pedagang, hingga pelajar. Semuanya menyatu dalam pesta bernama Prambanan Jazz Festival yang digagas kali pertama penyelenggaraannya pada 2015.

Sungguh pesta yang riuh beratapkan langit yang cerah ceria. Dan, di saat keriuhan masih membalut rasa, ingatan pun seperti dilontarkan oleh mesin waktu ke abad sembilan. Menelusup ke lorong waktu saat bangunan ini dibuat. Hikayat Roro Jonggrong menjadi lakonnya.

Di saat ingatan melompat-lompat, tanpa tersadar kelopak mata telah terpejam. Sejenak saja, tak lelap. Imaji itu selanjutnya menyusuri hikayat Roro Jonggrang yang telah melegenda. Sebuah cerita rakyat yang mengisahkan pembangunan candi Prambanan yang dilakukan dalam waktu tak sampai semalam. Bandung Bondowoso menjadi sosok yang melakoninya. Pembangunan yang tak rasional itu dilakukannya demi memenuhi syarat untuk menikahi Roro Jonggrang, putri dari kerajaan Prambanan yang telah ditaklukkan Bandung Bondowoso.

Singkatnya, sang penakluk dari kerajaan Pengging itu mengerahkan ribuan jin untuk memenuhi keinginan Roro Jonggrang yang meminta dibangunkan seribu candi serta dua kolam. Saat proses pembangunan hampir rampung, beribu akal dicari Roro Jonggrang untuk menggagalkan proyek Bandung Bondowoso. Saat mentari di ufuk timur masih jauh untuk terbangun dari peraduannya, Roro Jonggrang memanipulasinya. Ia menghadirkan pagi yang semu dengan membakar jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak mewangi. Semua itu langsung membuat ribuan jin milik Bandung Bondowoso pergi meninggalkan tugasnya. Dalam hikayat ini, jin digambarkan takut terhadap pagi.

Tapi, semua itu hanyalah lintasan imaji. Saat kelopak mata kembali terbuka -- karena semilir angin malam yang membawa lezatnya aroma jajanan kuliner di Pasar Kangenan di areal festival serta alunan musik penampil yang memecah komtemplasi -- imaji Roro Jonggrang itu sekejap saja menghilang. Ah, sebuah lamunan yang telah singgah di tengah keramaian pesta jazz yang terumbar. Paripurna.

Sungguh, inilah sublimasi rasa terhadap pesta. Tak perlu ke Vienna atau Paris untuk menemukannya. Tapi, cukup dengan berkunjung ke Prambanan yang berada di Klaten, Jawa Tengah. Dan, pesta yang telah menyublim rasa itu hendak ditebalkan sebagaimana hikayat Roro Jonggrang yang telah diyakini secara temurun di masyarakat.

Untuk mengukuhkannya, keunikan dan pesona candi ini dipadupadankan dengan mahakarya para musisi dunia. Sebutlah nama Kenny G, Boyz II Men, Rick Price, dan Sarah Brightman yang sudah menjadi frontline dari pesta jazz ini. Nama-nama itu akan dilengkapi lagi dengan rencana kehadiran Diana Krall dan Boyzone pada saat Indonesia merayakan hari jadi ke-73, pada 17-19 Agustus mendatang.

Kini, di saat usianya yang akan menapak perjalanan tahun ke empat, idealisme Prambanan Jazz Festival tak akan pernah pudar. Sebuah asa terus ditempat untuk menjadikan event ini sebagai selebrasi local genius serta alat mendiplomasikan budaya anak bangsa di kancah internasional. Begitulah mimpi besar yang selalu membakar semangat di setiap kali penyelenggaraan.

Dan, sebagaimana negarawan India Jawaharlal Nehru pernah berucap, "Budaya akan memperluas pikiran dan semangat kita."  Begitu pula alasan Prambanan Jazz Festival ini terlahir dan akan terus hadir hingga waktu yang tak terbatas. Begitulah ikhtiar yang akan terus disemaikan dan kelak diceritakan secara turun temurun dalam bilangan tahun berikutnya. Semoga.

*Penulis adalah Founder Prambanan Jazz Festival, Event Consultan dan CEO Rajawali Indonesia Communication

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement