REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak banyak yang tahu bahwa kehamilan dan parenthood dapat mempengaruhi kesehatan mental perempuan. Faktanya, hampir setengah dari para perempuan yang baru melahirkan mengalami halusinasi atau pikiran mengerikan. Namun, hanya 37 persen di antara 'ibu baru' ini yang mau terbuka dan membicarakan masalah mereka dengan orang lain.
Studi yang dilakukan ChannelMum.com mengungkapkan bahwa pikiran menakutkan yang paling umum dirasakan oleh ibu baru adalah keyakinan jika sesuatu yang mengerikan akan terjadi pada bayi mereka. Sebanyak 62 persen dari ibu baru yang mengalami hal ini mengatakan pikiran tersebut terasa sangat nyata.
Sebanyak 31 persen dari para ibu baru dengan masalah halusinasi juga merasa takut yang tak beralasan. Ketakutan ini berasal dari keyakinan bahwa seseorang akan menculik bayi mereka. Kondisi ini membuat ibu baru tersebut sulit untuk bertemu maupun berbicara dengan orang asing.
Ibu baru yang mengalami masalah kesehatan mental juga kerap mendapat gambaran buruk terkait keselamatan anak mereka. Sebanyak 44 persen dari ibu baru tersebut meyakini bahwa bayi mereka akan mati. Di sisi lain, 13 persen dari para ibu baru tersebut justru memiliki pemikiran untuk membunuh atau mencelakai anak mereka sendiri.
Tak sedikit ibu baru dengan masalah kesehatan mental mendapat gambaran yang tidak logis. Misalnya, mereka mendapat gambaran bahwa anak mereka sedang dimakan buaya atau direbut malaikat pencabut nyawa.
Depresi pun menjadi isu tersendiri pada sebagian ibu baru yang mengalami halusinasi maupun pikiran mengerikan. Dua dari lima ibu tersebut, atau sekitar 39 persen, merasa bahwa anak dan pasangan mereka akan hidup lebih baik tanpa mereka. Oleh karena itu, 16 persen di antaranya bahkan mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Studi menunjukkan bahwa beragam halusinasi dan pemikiran mengerikan ini dialami oleh 43 persen dari ibu baru. Di antara para ibu yang mengalami pemikiran ekstrim ini, sebanyak 65 persen di antaranya tidak tahu bahwa kehamilan dan kehidupan sebagai ibu dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Seperti dilansir Independent, beragam halusinasi dan pikiran mengerikan ini membuat satu dari lima ibu baru merasa takut jika mereka akan menjadi gila. Sebanyak 49 persen dari ibu yang mengalami pikiran ekstrim ini juga merasa takut dicap negatif oleh orang di sekitarnya. Sebagian mereka takut dianggap sebagai orang tua yang buruk sedangkan sebagian lainnya merasa malu karena mengalami penyakit mental.
Jenis masalah kesehatan mental yang paling banyak dialami ibu baru adalah kecemasan (68 persen) yang kerap diiringi dengan insomnia. Masalah kesehatan lain yang cukup umum dirasakan adalah depresi pascamelahirkan (33 persen). Sebanyak 33 persen ibu yang mengalami depresi pascamelahirkan juga mengalami agorafobia dan 23 persen lainnya mengalami serangan panik.
Secara umum, gejala-gejala masalah kesehatan mental ini berlangsung sekitar tiga hingga enam bulan. Namun 29 persen di antara kasus-kasus ini terus berlangsung hingga satu tahun atau lebih lama.
Sayangnya, tak semua ibu yang mengalami masalah kesehatan mental setelah melahirkan mau mencari pertolongan profesional. Mereka merasa enggan karena takut jika hak asuh anak mereka akan diambil dan diberikan kepada orang lain.
Stigma yang besar juga membuat 17 persen ibu yang mengalami masalah ini memiliki pikiran untuk melukai diri sendiri. Bahkan, 20 persen di antaranya sudah melukai diri sendiri.
"Pikiran-pikiran ini menganggu dan menakutkan, tapi seringkali itu merupakan bagian dari proses menjadi seorang ibu," ungkap Pendiri ChannelMum.com Siobhan Freegard.
Oleh karena itu, Freegard mendorong agar para ibu yang mengalami masalah kesehatan mental pascamelahirkan untuk mau terbuka. Freegard menilai para ibu ini perlu membicarakan masalah kesehatan mental yang mereka alami dengan orang lain. "Kita perlu membicarakan hal ini, menormalkannya dan membuat ibu menyadari bahwa mereka tidak sendiri," ujar Freegard.
Freegard mengatakan orang-orang di sekitar ibu yang mengalami masalah mental setelah melahirkan juga harus memberi dukungan yang baik. Contohnya, dengan meyakinkan bahwa ibu tersebut akan mendapat dukungan atau terapi yang tepat dan hak asuh bayi tak akan direbut dari ibu tersebut.
"Dengan perhatian, kasih sayang dan terapi yang tepat, Anda akan membaik lebih cepat, memperkuat hubungan dengan bayi Anda dan menjadi orang tua yang Anda inginkan," jelas Freegard.