REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak yang mengatakan uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Namun, studi baru justru menunjukan jika menghasilkan jumlah uang tertentu bisa menjadi kunci rasa puas yang besar dalam hidup.
Sebuah tim dari Universitas Purdue di Indiana melakukan penelitian menggunakan Gallup World Poll, sebuah sampel survei perwakilan yang mengumpulkan data dari lebih dari 1,7 juta orang dari 164 negara di seluruh dunia. Periset mencatat kesejahteraan emosional dan evaluasi hidup (life satisfaction) peserta dengan menganalisis daya beli dan jawaban yang mereka berikan pada pertanyaan berkaitan dengan kepuasan dan kesejahteraan hidup mereka.
Temuan ini kemudian dibandingkan dengan pendapatan tahunan individu untuk mengatasi kebahagiaan mereka secara keseluruhan. Seperti yang bisa diharapkan, orang mencapai 'satiasi pendapatan' pada berbagai tahap yang berbeda tergantung dari mana mereka berasal.
Secara umum, individu dari negara-negara kaya merasa lebih puas dengan kehidupan mereka saat mendapatkan gaji yang lebih tinggi. "Konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan pendapatan lebih penting untuk kesejahteraan di negara-negara kaya, pola hasil ini menunjukkan tingkat kepuasan terkait dengan keseluruhan kekayaan kawasan ini," kata para penulis dalam penelitian tersebut, dikutip dari Independent Selasa (20/2).
Wilayah dengan tingkat kepuasan tertinggi adalah Australia dan Selandia Baru, dengan jumlah yang dibutuhkan setiap tahun sebelum mencapai tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi mencapai rata-rata 125 ribu dolar. Sebagai perbandingan, wilayah dengan pendapatan terendah adalah Amerika Latin dan Karibia, dengan angka 35 ribu dolar.
Lokasi bukanlah satu-satunya faktor yang dipertimbangkan para peneliti saat menilai berapa banyak uang yang dibutuhkan orang berpenghasilan setiap tahun sebelum mereka dapat menggambarkan dirinya sebagai orang yang benar-benar bahagia. Mereka juga memutuskan untuk memeriksa apakah gender berperan dalam kepuasaan pendapatan.
"Kami berhipotesis kepuasan mungkin terjadi kemudian untuk pria daripada wanita karena fakta bahwa hubungan pendapatan-bahagia secara empiris lebih kuat pada pria dan karena penekanan kuat pada prestasi dan status sosial dalam norma gender maskulin konvensional," ujar penulis studi.
Namun, tim tersebut dikoreksi, karena hasilnya menunjukkan bahwa pria dan wanita mencapai kepuasan untuk evaluasi kehidupan pada tingkat yang sama, dengan angka tersebut mencapai 100 ribu dolar untuk perempuan dan 90 ribu dolar untuk pria.
Tim yang dipimpin oleh mahasiswa doktoral di Departemen Ilmu Psikologi Andrew T. Jebb membahas alasan mengapa orang yang mendapatkan gaji lebih tinggi mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai kebahagiaan daripada pendapatan rendah. "Pendapatan tinggi biasanya disertai dengan tuntutan tinggi (waktu, beban kerja, tanggung jawab dan sebagainya) yang mungkin juga membatasi kesempatan untuk pengalaman positif, misalnya rekreasi dan aktivitas," catat mereka.
"Faktor tambahan mungkin berperan juga, seperti peningkatan nilai materialistik, aspirasi material tambahan yang mungkin tidak terpenuhi, perbandingan sosial meningkat atau perubahan kehidupan lainnya sebagai reaksi terhadap pendapatan yang lebih besar (misalnya, lebih banyak anak-anak atau tinggal di lingkungan yang lebih mahal)," kata Jebb.