REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian atau riset tentang perselingkuhan sulit dilakukan karena beberapa alasan. Pertama, ketidaksetiaan itu rahasia pribadi dan orang-orang dewasa sangat menjaga rahasia mereka, meski pun periset menjanikan anonimitas dalam penelitiannya.
Kedua, orang yang berselingkuh sering memberi informasi tidak akurat ketika ditanya topik seks, baik sengaja atau tidak sengaja. Ketiga, orang yang berselingkuh ketika diwawancara sering kali menyiapkan jawaban yang bertujuan merasionalisasi alasan-alasannya berselingkuh. Mereka mengarsipkan jawabannya dengan sangat akurat.
Peneliti dari Maryland University, Dylan Selterman baru-baru ini menyebar kuisioner daring (online). Dia melibatkan 495 partisipan dewasa muda dan ditanya tentang motivasi juga pandangan mereka tentang perselingkuhan. Jawaban mayoritas itu terjadi karena berkurangnya rasa cinta, berkurangnya kesetiaan, keinginan kehidupan seksual yang bervariasi, dan faktor situasional tertentu, seperti sedang mabuk.
Perilaku seseorang di masa lalu memproyeksikan perilaku mereka di masa depan, termasuk kebiasaan berselingkuh. Kayla Knopp dari University of Denver dan rekannya melibatkan 484 peserta meneliti pola ini.
Orang yang pernah berselingkuh tiga kali lebih mungkin berselingkuh kembali setelah memiliki pasangan baru. Orang yang belum pernah berselingkuh tiga kali berisiko rendah melakukan perselingkuhan.
Mereka yang tahu bahwa pasangan mereka pernah berselingkuh ketika bersama kekasih lamanya dua kali lebih mungkin berselingkuh dengan orang lain. Mereka yang mencurigai pacar temannya berselingkuh empat kali lebih mungkin mencurigai pasangan sendiri berselingkuh.
Mengapa seseorang berselingkuh? Jawabannya bervariasi, mulai dari rendahnya ilmu agama, ketidakpuasan pada kehidupan pernikahan, bersifat intuitif, dan lainnya.
Frank Fincham dan Ross May dari Florida State University memperkirakan 20-25 persen pernikahan pernah menghadapi problem perselingkuhan di beberapa titik. Jumlah pria yang berselingkuh lebih banyak dibanding wanita.
Orang yang narsis rentan terhadap perselingkuhan. Mereka yang suka pergaulan bebas dan permisif terhadap seks juga mudah berselingkuh. Pengalaman orang tua yang pernah berselingkuh juga menyebabkan anaknya berselingkuh.
"Orang tua yang tidak setia melahirkan anak-anak yang tidak setia, meski ada banyak pengecualian," kata Fincham, dilansir dari Psychology Today.
Lingkungan kerja erat dengan kemungkinan perselingkuhan. Karyawan kantor yang banyak dinas ke luar kota atau menghabiskan lebih banyak waktu dengan lawan jenis yang menjadi rekan kerja biasanya juga rentan berselingkuh satu sama lain.
Internet menjadi konteks baru di mana perselingkuhan sering terjadi. Banyak orang mencari teman selingkuh secara daring yang akhirnya bertemu di dunia nyata.