Sabtu 17 Feb 2018 20:17 WIB

Serak Gulo, Tradisi Menebar Syukur Keturunan India di Padang

Tradisi serak gulo hanya dilakukan di tiga negara di dunia.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Indira Rezkisari
Masyarakat berebut bungkusan gula pasir dalam tradisi 'serak gulo' di depan Masjid Muhammadan, Kota Padang, Jumat (16/2). Tradisi yang dijalankan keluarga Muslim Keturunan India ini dilakukan setiap 1 Jumadil Akhir sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Masyarakat berebut bungkusan gula pasir dalam tradisi 'serak gulo' di depan Masjid Muhammadan, Kota Padang, Jumat (16/2). Tradisi yang dijalankan keluarga Muslim Keturunan India ini dilakukan setiap 1 Jumadil Akhir sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- M Yasin (51 tahun) tak bisa menyembunyikan perutnya yang makin buncit. Kedua tangannya, kanan dan kiri, erat menahan beban perutnya yang mulai melorot. Tapi tunggul dulu. Bulatan-bulatan pembungkus gula warna-warni tampak ia sembunyikan di balik kaos polos warna putih yang ia kenakan. Ternyata perutnya yang sejatinya sudah buncit, terlihat lebih menonjol oleh 10 bungkus gula pasir hasil 'rebutan' yang ia sembunyikan.

Wajah Yasin memang terlihat lelah. Sebelum ibadah shalat Ashar ia dan tetangganya dari Banuaran, Lubuk Begalung sudah tiba di Masjid Muhammadan di Pasa Batipuh, Kota Padang, Sumatra Barat. Bulir keringat menyembul di keningnya setelah berdesak-desakan dengan ratusan orang di halaman masjid yang dibangun oleh pendatang dari India nyaris 200 tahun lalu. Tapi meski lelah karena berdesakan, Yasin puas. Puas karena ia berhasil membawa pulang berbungkus-bungkus gula pasir.

"Nanti gulanya saya bagi-bagikan ke keluarga," kata Yasin saat ditanya peruntukan gula yang ia dapatkan.

Yasin tak sendiri. Kemarin (16/2) sore, ratusan warga rela berkumpul di Jalan Pasa Batipuh tepat di depan Masjid Muhammadan untuk mengikuti tradisi 'serak gulo'. Setelah ibadah shalat Ashar berjamaah, warga mulai berdiri menyemut di depan masjid. Beberapa dari mereka mulai mengincar titik-titik di dekat atap teras masjid, lokasi bungkusan kecil gula akan di-serak-kan, atau ditebarkan.

Setelah doa bersama dipanjatkan oleh keluarga keturunan India, gula mulai dibagikan dengan cara dilempar dari atas teras Masjid Muhammadan. Warga yang tadinya menyemut mulai berebut 'berkah' lewat bungkusan gula-gula yang ditebarkan. Yang unik dari tradisi ini, kelompok masyarakat dipisahkan antara perempuan dan laki-laki. Selain menjalankan tuntunan syariat Islam, tentu pemisahan antara keduanya untuk menghindari 'korban' saat warga berebut gula. Sebanyak 6 ton gula pun habis hanya dalam waktu sekitar 15 menit.

Tradisi serak gulo, atau tabur gula, merupakan tradisi turun temurun yang dijalankan oleh warga Muslim keturunan India di Kota Padang. Tradisi yang digelar tahunan setiap 1 Jumadil Akhir penanggalan hijriyah ini diyakini sebagai simbol rasa syukur umat Muslim keturunan India atas rezeki yang diterima sepanjang tahun. Tak hanya itu, prosesi ini sekaligus digunakan untuk memperingati wafatnya ulama di Nagore, India, yakni Shaul Hamid.

Ketua Himpunan Keluarga Muhammadan Padang, Ali Khan Abu Bakar, mengungkapkan bahwa tahun ini sebanyak 6 ton gula dibagikan kepada masyarakat umum melalui tradisi serak gulo. Jumlah gula yang dibagikan tahun ini ternyata jauh lebih banyak dibanding perayaan tahun lalu, yang 'hanya' 4 ton gula.

Berton-ton gula yang dikumpulkan pun datang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Medan, Bengkulu, Jambi, Riau, hingga wilayah Jawa. Ali menyebutkan, keluarga Muslim keturunan India di luar Kota Padang bahkan rela mengirimkan gulanya lewat saudara yang hadir dalam tradisi serak gulo. Gula-gula yang dibagikan sebelumnya juga disematkan doa, zikir, serta shalawat. Gula juga digunakan sebagai medium pemenuhan nazar atas keinginan yang dipanjatkan pemberi gula.

"Gula-gula ini sukarela. Mendekati 1 Jumadil Akhir, keluarga kami di rantau sudah tahu. Biasanya gula mulai berdatangan," ujar Ali.

Sementara itu, peneliti dari FISIP Universitas Andalas yang pernah mengangkat topik riset tentang serak gulo, Iskandar, menyebutkan bahwa tradisi ini sudah berjalan sejak 200 tahun lalu saat etnis India mulai masuk ke pesisir barat Sumatra, tepatnya di Kota Padang. Menurutnya, tradisi ini sudah melalui proses akulturasi budaya yang panjang bersama budaya setempat, tanpa meninggalkan nilai-nilai dibawa langsung dari 'kampung'-nya, di Nagapattinam, Tamil Nadu, India.

Tradisi serak gulo sendiri hanya dijalankan di tiga tempat di dunia. Selain di Padang, tradisi ini juga dilakukan oleh Muslim keturunan India di Singapura dan Nagapattinam, Tamil Nadu, India. Di kampung halamannya sendiri di India, ujar Iskandar, tradisi menebar gula ini sudah berjalan 491 kali.

"India juga dikenal dengan kuliner manisnya. Gula ini sebagai mediasi ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Mereka bernazar, dan dengan nazar tersebut mereka bawa gula ke masjid," jelas Iskandar.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang Medi Iswandi menyebutkan bahwa pihaknya akan mendukung tradisi ini sebagai agenda pariwisata tahunan. Tahun 2018 ini, lanjutnya, untuk pertama kali Pemkot Padang memberikan bantuan finansial untuk penyelenggaraan festival pelengkap serak gulo. Meski begitu, lanjut Medi, pendanaan untuk pasokan gula tetap dipenuhi sendiri oleh keluarga keturunan India sebagai pemenuhan nazar. Selain itu, Pemkot Padang tahun ini juga membantu penyediaan pengamanan dan tenaga kesehatan.

"Tahun depan kami ingin lebih besar. Kami akan diskusikan lagi dengan keluarga Muhammadan ide apa lagi yang akan digelar, sebagai agenda tahunan Padang," kata Medi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement