Kamis 25 Jan 2018 03:11 WIB

Kelumpuhan Strok Akibat Gangguan Irama Jantung Lebih Berat

Mortalitas strok yang disebabkan gangguan irama jantung juga cenderung lebih tinggi.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Gita Amanda
Stroke (ilustrasi)
Foto: AP
Stroke (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu jenis aritmia atau gangguan irama jantung yang paling banyak ditemukan adalah fibrilasi atrium (FA). Penderita FA memiliki risiko strok yang jauh lebih besar dibandingkan bukan penderita FA.

"Risiko strok meningkat 500 persen pada pasien FA," ungkap Ketua Indonesian Hearth Rhythm Society (InaHRS) dr Dicky Armein Hanafy SpJP(K) FIHA di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta, beberapa waktu lalu.
 
Risiko strok pada penderita FA dapat meningkat karena serambi jantung penderita FA tak lagi dapat berfungsi dengan maksimal. Darah di serambi, terang Dicky, tidak dapat mengalir dengan baik. Aliran darah yang tidak baik ini dapat menyebabkan gumpalan darah terbentuk di dalam kuping jantung.
 
Gumpalan darah di dalam kuping jantung ini dapat keluar dan bergerak ke mana saja. Salah satu tempat yang mungkin 'disambangi' oleh gumpalan darah yang lepas dari kuping jantung adalah otak. Gumpalan darah ini bisa menyebabkan penyumbatan di pembuluh darah otak dan menyebabkan strok.
 
"Bekuan darah di kuping jantung bisa tiba-tiba lepas dan menyumbat otak," tambah Dicky.
 
Selain meningkatkan risiko strok, FA juga dapat mempengaruhi derajat keparahan dari kelumpuhan akibat strok. Dicky mengatakan kelumpuhan akibat strok yang disebabkan FA lebih berat dibandingkan kelumpuhan akibat strok yang disebabkan hal lain.
 
"Strok biasa karena penyempitan pembuluh darah otak, sehingga yang terjadi adalah strok ringan atau tidak begitu berat," terang Dicky.
 
Pada strok yang disebabkan FA, risiko kelumpuhan menjadi lebih berat. Di sisi lain mortalitas akibat strok yang disebabkan FA juga cenderung lebih tinggi dibandingkan strok biasa.
 
"Strok karena gumpalan darah itu terjadi secara langsung, tiba-tiba (otak) tidak dapat darah, lumpuh seketika," tegas Dicky.
 
Yang mengkhawatirkan, gejala FA umumnya tidak disadari oleh penderita. Hanya sekitar 20 persen yang dapat menyadari gejala-gejala FA dengan cukup jelas. Sedangkan sekitar 80 persen penderita mengalami gejala FA yang tidak begitu khas seperti kelelahan.
 
"80 persen yang tidak ada keluhan ini sebenarnya mengalami keluhan seperti cepat lelah, tapi tidak dianggap sebagai keluhan aritmia," tukas Dicky.
 
Oleh karena itu, salah satu cara terbaik untuk mengenali FA adalah dengan memeriksa nadi sendiri (menari) secara rutin. Deteksi dini FA dengan menari cukup mudah, yang perlu dilakukan adalah mengecek denyut nadi di area pergelangan tangan untuk mengetahui seperti apa ritme denyut jantung. Jika ritme jantung terdengar tidak beraturan, pemeriksaan lebih lanjut dengan dokter perlu dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement