REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seminar Perjanjian Breda sukses menjadi atraksi penutup rangkaian Pesta Rakyat Banda 2017, sejak 11 Oktober sampai 11 November 2017. Seminar ini menjadi puncak acara Banda Festival 2017.
Gubernur Maluku Said Assagaff mengatakan, seminar ini untuk membuktikan kepada dunia, Maluku pernah menjadi bagian sejarah internasional. Pulau Banda di Kepulauan Maluku sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia sehingga secara geo-ekonomi punya pengaruh besar dalam perdagangan internasional dan perubahan iklim sosial budaya dan politik global.
“Sebagai contoh proses penyebaran agama dilakukan melalui jalur perdagangan, dan karena perdagangan rempah-rempah itu pula melahirkan proses kolonialisasi di daerah ini dan Nusantara secara umum, ini sangat menarik untuk dijajaki sambil berwisata,” ujar Said Assegaf.
Kata dia, seminar ini juga sekaligus menjadi momentum untuk mengembalikan lagi kejayaan rempah-rempah di gugusan kepulauan Laut Banda. Baik dalam posisi sebagai komoditas lokal maupun internasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi juga menjadi simbol identitas kultural masyarakat Maluku.
“Kemudian, mengenang perjanjian Breda dapat menjadi dialog dan silaturrahmi antar lintas peradaban dunia, antara Maluku, khususnya Banda dengan Belanda, Inggris, dan Amerika,” sambung Said Assegaf.
Seperti diketahui, seminar level Internasional itu mengambil tema memperingati 350 tahun Perjanjian Breda. Traktat ini berisi keputusan Belanda dan Inggris menukar pulau di Manhattan, New York dengan Pulau Banda di Hindia Belanda. Perjanjian tersebut terjadi pada 1667.
Dua pulau itu menjadi kunci dalam Perjanjian Breda sekaligus mengakhiri konflik Inggris dan Belanda. Dalam kesepakatan itu Inggris menyerahkan Pulau Rhun kepada Belanda dan sebagai imbalan Inggris mendapat Manhattan. Traktat Breda menjadi bukti konkret, di masa lalu Indonesia sebagai poros maritim dan pusat perdagangan rempah-rempah, terutama buah Pala di dunia.
Peserta dalam seminar ini mencapai ratusan orang. Sebelum seminar mereka melakukan perjalanan perdana dengan KM Pangrango selama 14 jam dari Ambon menuju Banda Neira. Para peserta berasal dari Konsulat Jenderal Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, KBRI Den Haag, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York dan diplomat dan perwakilan negara sahabat di Jakarta.
Setelah melakukan perjalanan melalui laut, sekitar 350 peserta langsung menuju lokasi seminar mengambil lokasi di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Hatta-Sjahrir Banda Neira, Sabtu (11/11). Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kementerian Pariwisata, Esthy Reko Astuti puas dengan terobosan Maluku menjual destinasi Pulau Banda kepada Konsulat Jenderal dan Duta Besar negara sahabat melalui seminar ini.
Seminar ini kian membuka mata dunia, Pulau Banda pernah menjadi bagian peradaban dunia melalui perdagangan rempah-rempah. Menurut Esthy, seminar ini semakin berkelas dengan mengundang pembicara -pembicara dari kalangan sejarahwan dan budayawan yang secara khusus mendalami Pulau Banda.
“Para pembicara itu antara lain, Wim Manuhutu, dosen dari Vrije Universiteit, Belanda. Dia ahli sejarah dan peneliti tentang sejarah Melayu," papar Esthy didampingi Kabid Promosi Wisata Pertemuan dan Konvensi Kemenpar, Eddy Susilo.
Selain dari luar negeri, Bondan Kanumoyoso, dosen Ilmu Budaya Universitas Indonesia turut menjadi pembicara dalam seminar ini. “Mereka bicara tentang Kejayaan Banda atau Pulau Rhun masa lalu. Pulau ini sangat berharga sehingga muncul perjanjian menukar Manhattan dengan Pulau Banda," katanya.
Agar seminar lebih bergairah, panitia mengundang aktris ibu kota Olga Lydia menjadi moderator. Selain menarik, pengetahuan luas Olga membuat seminar ini menjadi lebih hidup.
Bagi Menteri Pariwisata Arief Yahya seminar ini menjadi salah satu cara efektif untuk kembali mendongkrak pamor Pulau Banda sebagai sentra perdagangan rempah-rempah di dunia pada masa lalu.
"Ini momentum, Pulau Banda sebagai destinasi wisata populer di dunia selama berabad-abad. Pulau Banda terkenal dengan dengan rempah-rempah dan pesona wisata alam dan bahari luar biasa. Ini akan terus kami kembangkan,” ujar Menpar Arief yahya.
Pesta rakyat Banda dan beragam macam event pariwisata, imbuh Menpar, dapat mendongkrak destinasi wisata di Maluku. “Beragam Atraksi juga sangat menarik, seperti Pesta Teluk Ambon, Pesta Meti Kei, Tour de Moluccas dan Banda Pangel Pulang yang baru saja digelar, termasuk Seminar Internasional dalam Pesta Rakyat Banda ini," imbuhnya.
Menteri lulusan ITB Bandung, Surrey University Inggris dan Program Doktoral Unpad Bandung ini mengajak traveller untuk pergi ke Banda Neira. Pesta Rakyat Banda ini telah menjadi pintu untuk kedatangan wisatawan ke Banda Neira.
Banda memiliki segudang destinasi wisata bersejarah peninggalan penjajahan Portugis dan Belanda di Nusantara. Mulai Gunung Api Banda, Benteng Belgica peninggalan bangsa Portugis, spot menyelam terbaik di Lava Flow, Gereja Tua Hollandische Kerk, Rumah Budaya, Istana Mini, lokasi pengasingan Bung Hatta.
“Yang sudah datang, Bawa pulang dan cerita untuk keindahan Banda. Yang belum, silahkan eksplore Banda Neira. Event baharinya keren, juga wisata darat. Semua menghibur, dengan alam laut, budaya serta sejarah Pulau Banda sangat menarik,” ujar Menteri asli Banyuwangi tersebut.
sumber : Kemenpar
Advertisement