REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Liburan Raja Salman ke Indonesia selama 12 hari, Maret silam, ternyata masih meninggalkan rasa penasaran di pasar Timur Tengah. Gaungnya masih terasa sangat dahsyat. Momentum itu langsung disikapi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dengan menggelar Sales Mission di Dubai dan Abu Dhabi di Uni Emirates Arab (UEA), 18-19 Oktober 2017.
”Direct impact ataupun indirect impact dari kunjungan Raja Salman saat 12 hari berlibur ke Indonesia sangat besar. Sampai sekarang gaungnya masih terasa. Itu sebabnya Sales Mission Wonderful Indonesia kami gelar di Uni Emirates Arab. Serangannya langsung kami arahkan ke Dubai dan Abu Dhabi yang menjadi hub dunia,” ujar Deputi Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata I Gde Pitana yang didampingi Asisten Deputi Pengembangan Pasar Eropa, Timur Tengah, Amerika dan Afrika Kemenpar Nia Niscaya, Sabtu (14/10) lalu.
Kebetulan, karakter wisatawannya mirip-mirip seperti Raja Salman. Untuk urusan leisure, mereka senang ke tempat-tempat yang relatif dingin dan eksotis seperti yang ada di Bali, Bandung, Jakarta dan Lombok. “Dan momentum endorser Raja Salman masih sangat terasa di sana. Jadi kami manfaatkan ini dengan maksimal. Kami akan all out menjual destinasi Indonesia saat sales mission di Tawasul Ballroom, Pullman Hotel, Dubai dan Abu Dhabi,” ujarnya.
Nia Niscaya juga ikut bersuara. Menurutnya, potensi pasar UEA sangat besar. Rasionya memang kalah dari Saudi Arabia dan Oman. Tapi bila digabungkan dengan jutaan orang yang transit dan ekspatriat yang tinggal di sana, kekuatannya jadi sangat dahsyat. Saat ini, total populasi UEA tercatat lebih dari 10 juta. Sebanyak 1,8 juta adalah warga asli UEA. Sisanya, diisi oleh ekspatriat.
“Dubai itu mirip seperti Singapura. Kawasannya jadi hub dunia. Setiap hari, hilir mudik orang dari seluruh penjuru dunia ke Dubai mengalir tak habis-habisnya. Volume dan frekuensinya sangat wow. Itu sebabnya Dubai dan Abu Dhabi kita ‘serang’ dengan sales mission,” kata Nia.
Misi yang dibawa ke Dubai dan Abu Dhabi sangat jelas. Semua ditugaskan "menjual' produk destinasi pariwisata Indonesia secara terintegrasi kepada calon wisatawan di Dubai. Keuntungan paling signifikan dengan berpartisipasi dalam sales mission di Dubai dan Abu Dhabi menurut Nia adalah mereka bisa membangun jaringan dengan berbagai pemangku kepentingan yang terlibat dalam industri pariwisata global. Kesempatan ini membantu pariwisata Indonesia tumbuh lebih baik dengan menerima umpan balik dan bertukar market intelijen selain dari penawaran pertemuan business-to-business (B2B).
Kebetulan, pasar Timur Tengah masih besar. Apalagi, pengeluaran mereka di atas rata-rata. Umumnya, durasi pelesiran wisatawan Timur Tengah delapa setengah hari dengan pengeluaran rata-rata per pengunjung 1.190 dolar AS. “Di Dubai, kami membidik wisatawan keluarga dari Timur Tengah yang bisa berlibur dua hingga tiga bulan selama musim panas, dengan mengajak seluruh anggota keluarga,” kata Nia.
Respons Menteri Pariwisata Arief Yahya pun sangat positif. Menurutnya, menggelar sales mission di Dubai dan Abu Dhabi sangat tepat. “Itu seperti menjaring di kolam yang penuh ikan. Dubai adalah hub dunia. Tempat
jutaan orang transit setiap tahun. Dan kita harus masuk lewat pintu pariwisata, promosikan yang kuat, kelak itu akan membuka pintu global,” paparnya.
sumber : Kemenpar
Advertisement