REPUBLIKA.CO.ID, LAWANG -- Jajanan onde-onde selama ini dikenal sebagai makanan dari Mojokerto. Namun kini banyak masyarakat Jawa Timur, mengenal onde-onde juga berasal dari Lawang, sebuah kecamatan yang menjadi pintu masuk ke Malang dari utara, termasuk Surabaya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya tidak meragukan asal muasal onde-onde itu. Sebab antara yang punya, yang mencipta dan mempopulerkan, bisa jadi berbeda-beda. "Yang penting, harus dibranding sebagai jajanan Nusantara, yang punya tempat di pariwisata," kata Menpar Arief Yahya melalui siaran persnya.
Ada juga yang mencatat, onde-onde itu berasal dari Cina, dari zaman Dinasti Tang. Makanan yang di Tanah Air disebut onde-onde, itu konon berasal dari Xian, tempat Terracota itu berada. Makanan ini lalu dibawa ke Asia Timur dan Tenggara.
Di Festival Budaya Malang Utara di Graha Wiyata Outbond, Lawang, yang dihelat sejak Sabtu (16/9) hingga Ahad (17/9), muncul berbagai varian rasa onde-onde. Lomba membuat onde-onde yang diikuti 25 kelompok UMKM dan PKK (masing-masing kelompok terdiri dari 3-5 personel) dari Lawang, Singosari, Karangploso, dan Purwodadi (Pasuruan) semakin menguatkan bangsa sudah turun temurun membuat onde-onde.
Apa yang membedakan onde-onde khas Lawang? Ternyata terletak pada isinya. Pada onde-onde Mojokerto, isinya sedikit sedangkan onde-onde khas Lawang, isinya penuh. "Jadi kalau dikocok, onde-onde Mojokerto berbunyi, itu menunjukkan isinya sedikit. Sedangkan Lawang, tidak ada bunyi, isinya penuh, dan onde-ondenya empuk kalau ditekan," kata Ketua Koordinator Festival Budaya Malang Utara, Tarmudji, Ahad.
Selain isinya penuh, onde-onde khas Lawang juga punya banyak variasi. Hal itu terlihat saat lomba membuat onde-onde. Sejumlah peserta ada yang punya onde-onde isi keju, pisang, dan ketela. Tidak hanya itu, ada pula peserta yang menamakan onde-onde herbal. Kulit onde-onde juga ditaburi jinten. "Pengelolaannya sama, hanya kulitnya dan isi ditambah dengan jinten. Rasanya lumayan. Ada pedasnya," kata Rini, salah seorang peserta dari Kecamatan Lawang.
Peserta lain juga tak mau kalau, mereka menambah isi dengan campuran durian. Sehingga bernama onde-onde rasa durian. Ada pula yang menambahkan cokelat pada isi. Tak mau kalah ide, peserta dari Kecamatan Purwodadi Pasuruan, mencampur isi onde-onde dengan buah naga. "Bisa dicoba. Onde-onde buah naga ini sudah saya pasarkan, dan penggemarnya cukup banyak. Karena juga sehat," kata Annisa yang merupakan peserta terjauh mengikuti lomba membuat onde-onde di Festival Budaya Malang Utara.
Ada pula peserta mengisi onde-onde tidak dengan kacang hijau, atau variant isi lainnya. Melainkan dengan ketela. "Ini onde-onde sederhana. Isinya bukan kacang hijau. Tapi ketelah. Karena itu jualnya juga murah. Tapi yang penting kulitnya tetap khas onde-onde Lawang," kata Sriyati.
Banyaknya variant rasa dari onde-onde khas Lawang itu, tentu saja menjadi daya tarik tersendiri para pengunjung festival. Sejumlah pengunjung dari Kota Surabaya, bahkan baru tahu kalau ada onde-onde khas Lawang, punya aneka rasa.
"Ini bisa jadi ikon tersendiri bagi Lawang. Karena memiliki panganan yang tak kalah menariknya dengan daerah lain. Bisa jadi oleh-oleh," kata Eko Prayugo, salah seorang pengunjung dari Surabaya, yang kebetulan sedang wisata di Graha Wiyata Outbound bersama keluarganya.
Terkait banyak variant onde-onde khas Lawang ini, Kadisparbud Kabupaten Malang, Made Arya Wedhantara mengatakan, pihaknya akan melakukan pembinaan pada umkm yang khusus menjadi sentra pembuatan onde-onde di Lawang dan Singosari, serta Karangploso.
"Bahkan sudah menetapkan akan menyertakan umkm maupun PKK pada setiap event pameran wisata di Malang maupun di kota lain,’’ katanya.
Menurut Made, inovasi kreatif kuliner seperti onde-onde ini akan jadi pendukung pada sebuah destinasi wisata suatu daerah. Oleh karena sebuah daerah wisata tanpa kuliner yang khas juga sulit untuk berkembang. "Orang kan datang ke tempat wisata, selalu pulangnya membawa oleh-oleh. Nah, kalau wisatawan datang ke Lawang atau Singosari, pasti yang dicari oleh-oleh. Kebetulan onde-onde ini sekarang sudah jadi ikonnya," ujarnya.
Dalam Festival Budaya Malang utara yang mengambil tema Titisan Ragam Budaya Singhasari ini, juga ditampilkan lomba Tari Topeng Sabrang dan Tari Topeng Grebeg. Lomba diikuti dari tingkat SD hingga SMA.
"Tahun depan festival budaya Malang Utara ini akan lebih semarak lagi. Ada banyak kesenian yang akan tampil. Rencananya untuk onde-onde ini akan dilaksanakan pemecahan rekor MURI, yakni rekor membuat onde-onde terbanyak," kata Made.