REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Event bergengsi nasional The 3rd Semarang Open Violin Competition yang digelar dua hari di Semarang, betul-betul menghebohkan. Bukan hanya karena musik klasik yang semakin digemari oleh masyarakat Indonesia, tetapi di ajang kompetisi bermain biola itu Kementerian Pariwisata sekaligus mensosialisasikan #VoteVideoIndonesia.
Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Don Kardono, yang diberi kesempatan memberikan sambutan, langsung mengajak ratusan audience di Hotel Dafam, itu untuk ngevote. Video pendek tutorial pun diputar, di dua screen sayap kiri dan kanan, bagaimana cara mengakses pemungutan suara itu.
"Silakan buka smartphone, off kan Wi-Fi, gunakan paket data sendiri, untuk ngevote. Karena 1 IP Address 1 Vote, 1 HP 1 suara, 1 email 1 angka. Silakan masuk di indonesia.travel/vote4id, lalu masukkan nama, email, dan pilih video wonderful Indonesia! Terakhir di submit!" ujar Don Kardono.
Seperti diketahui, kompetisi musik klasik ketiga kalinya ini telah menjadi magnet baru wisata kota Semarang. Buktinya, dari jumlah peserta yang ikut 90 persen berasal dari luar kota seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Kepuluan Riau, Jogja, dan lainnya.
Selain itu juga menjadi hiburan bagi ekspatriat yang hobi musik klasik di kota Lunpia. Acara semacam itu telah menyatu dengan salah satu strategi Kemenpar dalam menjaring wisatawan dari Eropa dan Amerika.
"Tahun ini ada peningkatan wisman Eropa dan Amerika naik tajam. Mereka adalah penikmat klasik. Kita juga punya banyak Kota Lama, yang bergaya arsitektur Belanda. Musik klasik akan menemukan atmosfernya," katanya saat memberi sambutan penutupan acara ini di Semarang pada Ahad lalu.
Don juga sependapat jika kompetisi klasik itu banyak digelar di Semarang. Ini sangat pas karena Semarang punya Kota Lama, Gedung Lawang Sewu, yang bernuansa Eropa. "Dan saya tahu, Pemkot Semarang sedang serius menghidupkan romantisme Kota Lama yang punya sejarah menjadi atraksi yang memikat untuk pasar Eropa," ujarnya.
Wakil Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang menutup event mengaku akan mensuport penuh gelaran musik klasik seperti ini. Bahkan Pemkot Semarang bersedia memberikan space di Kota Lama Semarang dengan konsep luar ruang.
"Kota Lama Semarang itu Little Netherland, musik klasik seperti piano dan biola sangat pas jika dimainkan di Kota Lama, kami berharap event kedepan bisa memakai Kota Lama, karena ada tempat outdoor disana, suasana pun akan bernuansa sangat klasik Eropa sekali dengan bangunan kuno gaya klasik di sana," katanya.
Ita, sapaan akrabnya mengaku salut dengan Opus Nusantara yang mampu menyelanggarakan event bergengsi musik klasik ini di Semarang dalam waktu dua pekan dengan dua event berbeda. Dua pekan lalu kompetisi piano juga di Semarang, sekarang biola. "Saya ingin dua event ini dikawinkan kedepannya. Saya akan mengusulkan memperebutkan Piala Walikota Semarang," ujarnya.
Direktur Opus Nusantara selaku penyelenggara, Nora Aprilita, menjelaskan dari 105 peserta, 90 persen dari luar kota. Seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bogor, Cirebon, Pekanbaru, Bintan, Batam, dan lainnya. Sisanya 10 persen dari Semarang. "Kompetisi ke tiga ini lebih berkualitas. Tingkat keahlian bermain biola lebih profesional. Mereka benar-benar mempersiapkan diri," kata Nora.
Event ketiga ini spesial karena ada hadiah grand prize berupa piala bergilir. Sebuah biola hight class pabrikan asal Prancis dari Jerome Thibouville Lamy Workshop, Mirecourt-Prancis, yang diproduksi tahun 1920. Harganya mencapai ratusan juta, dibanding harga biola kebanyakan yang hanya kisaran puluhan juta. Hadiah grand prize itu disponsori Dedi Sjahrir Panigoro, seorang pemerhati musik klasik. Dedi juga adik kandung dari pengusaha Arifin Panigoro dan Chairman Meta Archipelago Hotels.
"Grand prize piala bergilir atau biola berjalan selama satu tahun, hanya untuk pemenang juara kesatu kategori adult. Karena ini biola hight class, jadi pemegangnya harus benar-benar familiar dan level advance, ya adult. Bahkan dia juga berkesempatan untuk diikutkan perform soloist di Jakarta Sinfonietta Orchestra Jakarta," katanya.
Dewan Komisaris Medco Group Dedi Sjahrir Panigoro mengaku bahagia digelarnya event biola ini. Apalagi bertempat di Semarang menjadikan pemerataan dan kompetisi akan berimbang dan bisa merata.
"Saya sangat gembira karena ini digelar di Semarang tidak lagi Jakarta sentris. Harapannya bisa digelar di kota lainnya," katanya.
Selama perhelatan dua hari, Dedi melihat potensi anak muda kian meningkat dan piawai dalam bermain biola. Mulai usia anak-anak, sampai uisa 12 tahun dan 20 tahun sudah mahir dan menghayati musik klasik dengan biola.
"Main biola itu selain rasa juga kebutuhan, tak hanya bakat tapi juga kebutuhan. Karena main biola itu seni ketrampilan yang penting, sebagai alat untuk menjadi sukses berikutnya," katanya.
sumber : Kemenpar
Advertisement