Senin 04 Sep 2017 20:00 WIB

Hamsad Rangkuti, Maestro Cerpen yang Terkulai Tak Berdaya

Sastrawan Hamsad Rangkuti didampingi sang istri, Nurwindasari (foto atas), sejumlah sastrawan mengunjungi Hamsad dan menyerahkan sumbangan yang dikumpulkan oleh komunitas Ruang Sastra (foto-foto bawah).
Foto: Dok Ruang Sastra
Sastrawan Hamsad Rangkuti didampingi sang istri, Nurwindasari (foto atas), sejumlah sastrawan mengunjungi Hamsad dan menyerahkan sumbangan yang dikumpulkan oleh komunitas Ruang Sastra (foto-foto bawah).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Dunia sastra Indonesia pasti mengenal sosok Hamsad Rangkuti. Sastrawan kelahiran Titi Kuning, Medan Johor, Medan, 7 Mei 1943 itu seorang cerpenis yang sangat berkelas. Tak heran kalau dia disebut sebagai Maestro Cerpen Indonesia.

Banyak cerpen Hamsad yang menyentak perhatian khalayak, baik karena judulnya yang sangat keren maupun isinya yang jenaka namun penuh makna. Sebut saja "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu" dan  “Untuk Siapa Kau Bersiul”.  Buku kumpulan cerpennya antara lain, Bibir dalam Pispot (2003), Sampah Bulan Desember (2000), Lukisan Perkawinan (1982), dan Cemara (1982).  Adapun novelnya berjudul Ketika Lampu Berwarna Merah (1981). Sejumlah cerpennya pun dimuat dalam buku antologi cerpen, diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan Jerman.

Sastrawan yang mempunyai nama asli Hasyim Rangkuti itu telah menorehkan sejumlah penghargaan, baik  tingkat nasional maupun internasional. Termasuk di dalamnya Khatulistiwa Literary Award 2003 untuk Bibir dalam Pispot  dan SEA Write Award (2008).

Sayang, sejak tahun  2002 Hamsad Rangkuti tidak menelurkan karya lagi, baik cerpen maupun novel. Padahal, biasanya rata-rata dalam sebulan dia menghasilkan minimal satu cerpen. Hal itu  dikarenakan sakit yang menimpanya.

“Bang Hamsad sakit sejak tahun 2002. Ia pernah dirawat di beberapa rumah sakit. Ia pernah operasi by pass jantung. Namun selama 15 bulan terakhir  ini, Bang Hamsad terkulai lemah di tempat tidurnya, baik di rumah maupun rumah sakit,  dan hidupnya tergantung obat,” kata istrinya,  Nurwindasari, saat menerima kunjungan sejumlah sastrawan di rumah Hamsad Rangkuti, Jalan Swadaya VIII, Tanah Baru, Depok, Jawa Barat, Sabtu (2/9).

Rombongan sastrawan itu dipimpin oleh Ahmadun Yosi Herfanda. Adapun mereka yang hadir antara lain  Asma Nadia, Asrizal Nur, Mustafa Ismail, Iman Sembada, Ace Sumanta, Iwan Kurniawan, Endang Supriadi, Willy Ana, dan Eddy Pramduane.  Tak ketinggalan Ketua Dewan Kesenian Depok yang juga anggota Komisi X DPR, Nurroji.

“Kedatangan kami ke rumah Bang Hamsad untuk bersilaturahim kepada keluarga beliau, menengok dan mendoakan kesembuhan Bang Hamsad, sekaligus menyampaikan amanat dari teman-teman sastrawan berupa bantuan uang untuk sekadar meringankan biaya pengobatan Bang Hamsad,” kata Ahmadun yang didaulat oleh teman-teman sastrawan untuk memimpin pembacaan doa.

Sumbangan dana itu dikoordinasikan oleh Iwan Kurniawan dan Willy Ana melalui komunitas Ruang Sastra. “Jumlah sumbangan yang masuk melalui rekening  Willy Ana  Rp 13.050.000.  Ada pula sumbangan yang dikirimkan langsung ke rekening istri Bang Hamsad. Jumlahnya Rp 11.830.000.  Jadi secara keseluruhan jumlah sumbangan tersebut mencapai Rp 24.880.000. Bantuan tersebut kami serahkan langsung kepada istri Bang Hamsad Rangkuti, yakni Nur Windasari,” kata penggagas Ruang Sastra Mustafa Ismail.

Ahmadun mengatakan, sumbangan tersebut masih jauh dari cukup untuk membantu biaya pengobatan Hamsad Rangkuti. “Bang Hamsad masih butuh biaya yang relatif  besar. Kami mengetuk perhatian pemerintah, anggota DPR, teman-teman sastrawan maupun masyarakat pada umumnya untuk membantu Bang Hamsad. Beliau adalah salah seorang sastrawan kita yang sangat berharga. Seorang maestro cerpen Indonesia, dan mantan Pemred Majalah Sastra ‘Horison’. Ia pun peraih Khatulistiwa Literary Award dan SEA Write Award,”  kata Ahmadun yang juga Penasehat Ruang Sastra.

Seperti ditungkapkan  Nurwindasari, Hamsad dua hari sekali mesti tambah oksigen. Makannya cuma bisa satu merek, namanya Proten.  “Dalam sebulan Bang Hamsad  butuh 9-10 boks proten. Harga satu boks Proten sekitar Rp 256 ribu, atau sekitar Rp 2,3 juta sampai Rp 2,56 juta dalam sebulan,” ungkap Nurwindasari.

Ahmadun  juga berharap pemerintah menaruh perhatian besar terhadap nasib para sastrawan. “Kami sangat berharap pemerintah pusat maupun pemerintah daeah meningkatkan perhatian dan kepeduliannya kepada para sastrawan yang telah menyumbangkan karya mereka kepada dunia kesusastraan Indonesia. Kami meminta pemerintah hadir pada saat sastrawan sakit. Bantulah mereka, ringankan beban mereka. Sebab, pada umumnya kondisi keuangan sastrawan itu pas-pasan. Bahkan, kalaupun ada BPJS, belum tentu bisa mengcover biaya pengobatan mereka,” paparnya.

 “Sekali lagi kami mengetuk kepedulian dan perhatian pemerintah pusat, pemerintah daerah, anggota DPR dan anggota masyarakat lainnya untuk membantu biaya pengobatan sastrawan yang sakit. Mereka semua adalah aset bangsa kita yang sangat berharga,” ujar  Ahmadun Yosi Herfanda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement