REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada yang spesial dari peringatan HUT RI ke-72 di halaman Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata. Menteri Pariwisata, Arief Yahya, dan seluruh jajarannya mengenakan busana adat Nusantara.
"Kita tidak seragam, kita beragam, sekaligus bersatu," kata Arief dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (18/8).
Menurut dia, keberagaman dan perbedaan, dalam pariwisata itu justru saling menguatkan. Beda budaya, beda adat istiadat, beda kepercayaan, beda cara berpakaian, beda kebiasaan makanan, beda dialek, tetapi satu dalam komitmen bernegara, NKRI. "Hari ini, saya menggunakan pakaian adat Palembang, dan saya merasa sangat Indonesia," ujar Arief.
Arief merasa bangga melihat beragamnya busana Nusantara yang dipakai para peserta saat itu. "Saya tergetar melihat rekan-rekan menggunakan pakaian tradisional, penuh warna dalam harmoni, karena inilah sesungguhnya kita, bangsa Indonesia, beragam sekaligus bersatu," kata Arief.
"Selanjutnya pakaian tradisional ini, saya sebut sebagai Busana Nusantara dan saya minta Sesmen untuk menetapkan, setiap upacara kita gunakan Busana Nusantara," ujarnya lagi.
Arief sengaja tidak menyebutnya sebagai pakaian nasional. Pasalnya, apabila disebut pakaian nasional, maka seolah semuanya harus seragam, harus sama. Padahal, masyarakat Indonesia hidup dalam atmosfer keberagaman. Dia meminta seluruh kompenen bangsa dapat memaknai Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke-72 lebih mendalam. Bukan hanya sebagai momentum untuk menggugah memori kolektif sebagai bangsa besar yang senantiasa menghormati jasa pahlawan, tetpi juga siap bergotong royong membangun bangsa.
Dia menyebut, Indonesia harus menjadikan sejarah sebagai fondasi masa depan. Kemerdekaan bisa direbut karena semua anak bangsa mampu bersatu, bekerja sama. “Dulu pahlawan kita berjuang untuk meraih kemerdekaan. Sekarang kita harus berjuang untuk memenangkan persaingan. Modal kokoh persatuan itu harus terus kita jaga, kita rawat, perkuat. Karena kita adalah bangsa petarung,” kata dia.
Presiden Jokowi, kata dia, telah menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan pembagunan nasional. Pariwisata dijadikan sebagai sektor prioritas selain pangan, energi, maritim serta kawasan ekonomi khusus. Ini dilakukan sejak akhir 2014. Dalam draft Rencana Kerja Pemerintah 2018 tinggal tiga industri yang masuk yakni pertanian, pariwisata, dan perikanan. Artinya, kata dia, pariwisata menjadi leading sector Indonesia ke depan.
Target 20 juta wisata mancanegara dan 270 juta wisatawan Nusantasra (wisnus) pada 2019 ditekankan mantan Dirut Telkom ini bukan merupakan target Menpar. Melainkan target langsung dari Presiden Republik Indonesia. “Konsekuensinya kalau itu target Presiden Republik Indonesia, maka seluruh kementerian atau lembaga wajib mendukung. Apa saja yang diputuskan oleh presiden langsung ditindaklanjuti di tingkat kementerian secara incorporated. Atau yang sering saya sebut sebagai Indonesia Incorporated,” kata dia
Presiden, kata dia, sebelumnya telah dua kali mengapresiasi kinerja Kementerian Pariwisata. Sampai Juni, pertumbuhan wisatawan mancanegara mencapai 22,4 persen. “Saya sering katakan kenali musuhmu, kenali dunia. Kenali dirimu maka kamu akan memenangi peperangan. Kita tumbuh 22 persen, ASEAN tumbuh 6 persen dan dunia tumbuh 5 persen. Kita jauh lebih cepat dari regional dan global,” kata Arief.
Namun dia mengingatkan untuk tetap mengenali pesaing yaitu Vietnam yang bersama Indonesia masuk ke dalam top 20 the fastest growing destination in the world. “Vietnam tumbuh 24 persen dan kita 22 persen dan itu kita harus akui. Rahasia suksesnya Vietnam, mereka melakukan deregulasi,” ujarnya.
Arief telah berkali-kali mengatakan bahwa spirit lebih hebat dari strategi. Spirit terkait dengan ruh dan karakter sedangkan strategi terkait dengan rasio dan kompetensi. Kenyataanya, ruh dan karakter akan membawa pengaruh besar pada kesuksesan. Dia telah mengimplementasikan budaya kerja yang disebut win way, corporate culture, di lingkungan Kementerian Pariwisata. Budaya kerjanya salah satunya adalah menyangkut gotong royong tadi, yakni solid serta ditambah speed dan smart.
“Kerja bersama itu solid. Yang memenangkan peperangan bukan pasukan yang banyak, bukan senjatanya yang tajam tetapi kesatuan. Jadi jika tidak ada kesatuan, tidak ada unity, tidak ada soliditas, tidak ada kerja bersama, tidak akan ada speed dan tidak akan pernah ada smart. Karena itu adalah modal dasar,” jelasnya.