REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO -- Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut potensi pariwisata Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat lengkap. Selain keindahan alam, seni tari di NTT juga menarik untuk dinikmati salah satunya ikon wisata baru di Manggarai Barat yakni tari Caci.
Selama ini NTT, terkenal akan keindahan alamnya seperti Gunung Kelimutu, wisata sejarah Bung Karno di Ende, wisata binatang purba di Taman Nasional Komodo, Pulau Padar dan Pulau Rinca. Labuan Bajo memiliki pantai pink dengan kekayaan alam bawah laut yang luar biasa.
"Semua atraksi di destinasi Flores NTT itu world class! Bisa hebat dan berkelas dunia," kata Arief Yahya, melalui siaran persnya.
Satu lagi daya tarik wisata Flores adalah karya budaya tarian mereka yakni tari Caci. Saat Assessment Penetapan Destinasi Wisata Tradisi dan Seni Budaya Labuan Bajo di Hotel Bintang Flores pada 22-23 Mei, menghasilkan beberapa keputusan penting. Salah satunya adalah menetapkan tari Caci sebagai ikon pariwisata budaya Manggarai Barat.
Selama ini, tari Caci sudah sering dipentaskan dalam berbagai kesempatan di NTT. Tari itu memeragakan sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai. Penari yang bersenjatakan cambuk (pecut) bertindak sebagai penyerang dan seorang lainnya bertahan dengan menggunakan perisai (tameng). Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja), ritual tahun baru (penti), upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, serta untuk menyambut tamu penting.
Dua penari menarikan tarian Caci
Seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul (disebut paki) berusaha memecut lawan dengan pecut yang dibuat dari kulit kerbau atau sapi yang dikeringkan. Pegangan pecut juga dibuat dari lilitan kulit kerbau. Di ujung pecut dipasang kulit kerbau tipis dan sudah kering dan keras yang disebut lempa atau lidi enau yang masih hijau (disebut pori).
Laki-laki yang berperan sebagai penangkis (disebut ta’ang) menangkis lecutan pecut lawan dengan perisai yang disebut nggiling dan busur dari bambu berjalin rotan yang disebut agang atau tereng. Perisai tersebut berbentuk bundar, berlapis kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Perisai dipegang dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangan lainnya memegang busur penangkis.
Assessment Penetapan Destinasi Wisata Tradisi dan Seni Budaya Labuan Bajo diikuti sejumlah kalangan mulai dari Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai Barat Theodorus Suardi, Kepala Bidang Pengembangan Wisata TSB mewakili Asdep PDWB Anna Sunarti, dan Kepala Desa Liang Ndara Karolus Vitalis. Hadir pula perwakilan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai Barat, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI), kepala desa adat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Tak hanya itu, narasumber yang dihadirkan juga memiliki rekam jejak baik. Salah satunya adalah Prof. Dr. Phil. Janianton Damanik yang membahas penetapan tradisi dan seni budaya di Manggarai Barat. Ada pula Prof.Dr. Yuwana Mardjuka, M.Si yang berbicara mengenai perbandingan destinasi tradisi dan seni budaya di Manggarai Barat dengan destinasi lain di Indonesia. Sedangkan Shana Fatina selaku Person in Charge (PIC) Labuan Bajo, NTT, membicarakan tentang peningkatan amenitas dan aksesibilitas di Manggarai Barat.
“Pokok pembicaraan lain yang menarik adalah rencana pembuatan ATM di Taman Nasional Labuan Bajo dan pulau-pulau lain. Pembahasan lainnya adalah tentang peningkatan listrik dan penguatan infrastruktur di Manggarai Utara,” kata Shana.