REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia Chand Parwez Servia menilai, wacana penerapan Integrated Box Office System (IBoS) dikhawatirkan munculkan persoalan. Pasalnya, penerapan IBoS tidak diatur Undang-Undang.
"Penerapan sistem data realtime bukan ketentuan UU Perfilman No 33 Tahun 2009 yang mengamanatkan data secara berkala," kata Parwez di Jakarta, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/5).
Sektor film, Parwez mengingatkan, dinaungi oleh Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Perfilman.
"Ini (sistem IBoS) akan lebih banyak mudharat dari manfaatnya. Selama ini saya sebagai produser film selalu mendapatkan data yang dibutuhkan untuk kepentingan film saya," ungkapnya.
Menurutnya, banyak film yang pada saat awal peredarannya kurang maksimal perolehan penontonnya, tapi words of mouth film tersebut positif dan bisa meningkat di hari-hari berikutnya.
"Film itu produk sosial, bukan produk ilmu pasti. Nah kalau sudah divonis melalui data yang perolehan penontonnya rendah, menciptakan kondisi justifikasi atas film tersebut," kata Parwez mengingatkan.
Dalam Undang-Undang Perfilman, Parwez melanjutkan, pelaku usaha bioskop juga diwajibkan untuk memberikan laporan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Setelah laporan diverifikasi, sesuai aturan, Kemendikbud akan menyampaikan laporan tersebut kepada masyarakat. "Mekanisme ini sudah berjalan," tuturnya.