REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikopat mungkin kata yang sering didengar dalam kehidupan. Biasanya orang-orang mereferensikan sebutan ini pada orang-orang tak berperasaan bahkan melakukan kriminal sadis. Tak jarang menemukan pelaku pembunuhan yang ternyata memiliki kelainan jiwa seperti psikopat.
Secara harfiah, psikopat berarti penyakit jiwa. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat, karena perilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya. Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/psikosis) karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya.
Untuk mengenali penyakit ini, para peneliti dari Vrije Universiteit Amsterdam and Radboud University Nijmegen melakukan studi. Seperti dikutip laman Independent.co.uk, Senin (5/9), pada dasarnya seorang psikopat dapat merasa takut.
"Takut tapi tidak mengenali adanya bahaya di sekitarnya," kata peneliti. Mereka memang mengalami kesulitan untuk mendeteksi dan merespon ancaman.
Pada 1806, para peneliti era dahulu juga sempat menciptakan model yang memisahkan mekanisme otak yang terlibat dalam menanggapi ancaman dan mengalami ketakutan.
"Kami menunjukkan ada bukti bahwa individu psikopat memiliki defisit dalam deteksi dan merespon ancaman. Tapi bukti yang jauh lebih menarik adalah kurangnya pengalaman subjektif dari ketakutan seorang psikopat," kata dia.
Berbagai tulisan menerangkan psikopat sebagai gangguan kepribadian yang ditandai dengan manipulasi interpersonal, perilaku antisosial impulsif dan kenekatan. Psikopat juga cenderung memiliki gangguan dalam merasakan kebahagiaan dan kemarahan.