REPUBLIKA.CO.ID, Saat itu, peneliti MIT Anirudh Sharma sedang bepergian dengan taksi di India ketika ia melihat endapan jelaga di kulitnya. Kejadian itu membawa ide untuk Sharma mengubah jelaga dari polusi udara menjadi sesuatu yang lebih produktif.
Lalu, Sharma membuat Kaala sebuah perangkat yang dapat mengubah polutan berbahaya menjadi tinta printer hitam bernama Kaalink. Kini Sharma tercatat sebagai pemilik Graviky Labs, yang mengembangkan pena, spidol, cat dan tinta berbahan jelaga karbon. Mereka semua berada di satu atap bermerk, Air-ink. Produk ini sedang dalam proses sertifikasi.
The Indian Express mengutip situs Graviky mengatakan visi mereka adalah 'menangkap' polusi agar tak mencapai paru-paru manusia. Graviky mengklaim 30 ml tinta mereka setara dengan 45 menit dari emisi mobil.
Seluruh proses telah diuji coba di Hong Kong, di mana tim Graviky bersama tim Beer Tiger menggunakan 2.500 jam emisi karbon untuk menghasilkan 150 liter Air-ink. Tinta ini digunakan para seniman lukis jalanan di Hong Kong. Ini merupakan kolabrasi menakjubkan dari ilmu pengetahuan dan seni hingga menciptakan suatu karya indah.
"Alih-alih meminta orang membeli mobil baru, kita sedang berbicara teknologi yang mencegah polusi udara masuk paru-paru kita," kata pemilik lain Graviky Nikhil Kaushik kepada The Huffington Post.
Penemuan ini merupakan inovasi baru di tengah ancaman pemanasan global. Penemuan-penemuan kreatif seperti ini memberi harapan baru bagi dunia.