Sabtu 27 Aug 2016 13:36 WIB

Indonesia dari Mata Stefano Romano

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Andi Nur Aminah
Fotografer asal Italia, Stefano Romano.
Foto: Twitter
Fotografer asal Italia, Stefano Romano.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dikenal dengan bentangan pemandangan alamnya yang indah. Tak jarang fotografer luar negeri datang ke Indonesia untuk mengabadikan panorama pegunungan, pantai, atau objek-objek foto menarik lainnya.

Namun lain halnya dengan fotografer asal Italia, Stefano Romano. Melalui buku fotografi miliknya yang berjudul Kampungku Indonesia, Stefano menampilkan sisi lain Indonesia dari suasana perkampungan.

"Indonesia yang sesungguhnya ada di kampung, takut kampung di masa depan bisa hilang," ujar Stefano, saat ditemui dalam acara peluncuran buku Kampungku Indonesia, di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta.

Semenjak tinggal di Indonesia sejak 2010 lalu, ia mengaku sangat tertarik dengan kampung. Di mulai dari kampungnya di Pondok Pinang, Jakarta. Ia kemudian melakukan perjalanan dari Jakarta ke Jawa Tengah untuk memotret kehidupan kampung-kampung di sejumlah daerah.

"Di kampung nyaman, suka sekali. Ada jalan-jalan gang yang sempit, jalan itu seperti pembuluh darah Indonesia. Mal yang ada di kota besar hanya artifisial yang bisa saya temukan di Indonesia, tapi kampung cuma ada di Indonesia," tutur dia.

Buku Kampungku Indonesia berisi 178 foto hasil jepretan Stefano yang dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama bertemakan 'Kehidupan di Kampung' yang menampilkan foto-foto kegiatan masyarakat kampung. Mulai dari aktifitas di sawah, di pasar, hingga di tempat penyanyi dangdut keliling.

Bagian kedua bertemakan 'Anak-anak Kampung' yang diakui Stefano sebagai objek favoritnya. Dari puluhan foto, ada satu foto yang paling ia sukai, yaitu foto seorang anak kecil di samping bantaran sungai Ciliwung di wilayah Petamburan. Menurutnya, foto tersebut mengajarkan seseorang akan sangat bergantung pada tempatnya dilahirkan, termasuk jika orang tersebut dilahirkan di bantaran sungai.

Pengalaman unik juga ia rasakan saat memotret di tempat pembuangan sampah Bantar Gebang, Bekasi. Suatu hari ia bertanya kepada seorang anak kecil apakah anak tersebut menyukai gunungan sampah. Lalu ia merasa heran karena sang anak mengatakan sangat suka pada gunungan sampah.

"Ibaratnya, kalau banjir di Italia semua orang menangis, tapi kalau di Indonesia anak kecil langsung senang main air," ungkap pria kelahiran Roma, 11 Januari 1978 ini.

Selanjutnya, bagian ketiga buku ini mengangkat tema 'Cahaya Manis di Kampung'. Ia menjelaskan, kata 'cahaya' di sini mengacu pada Islam. Sejak mulai menetap di Indonesia pada 2010 silam, pertemuannya dengan sang istri, Bayu Bintari Fatmawati, tak hanya membawanya mencintai Indonesia, tetapi juga mencintai Islam. Ia memotret beragam kegiatan umat Muslim saat beribadah, seperti kegiatan shalat berjamaah dan belajar mengaji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement