REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Indonesia (Perapi) mengimbau masyarakat bijak dalam memilih dokter bedah terutama untuk masalah estetika.
"Banyak sekali masyarakat yang tidak tahu atau menyamakan dokter bedah estetik dengan 'aesthetic medicine', dan lainnya, sehingga mereka tidak mendapatkan penanganan yang tepat," kata Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik yang juga anggota Perapi Fonny Josh di Jakarta, Selasa (2/8).
Bahkan, menurut dia banyak juga oknum yang melakukan penipuan dengan mengaku diri dokter dan berani mengambil tindakan operasi kepada pasien. Untuk itu dia menyarankan pasien memeriksa apakah orang tersebut dokter sebenarnya atau tidak.
"Bisa dicek di Konsil Kedokteran Indonesia di laman www.kki.go.id, masukkan nama dokter yang ingin dikunjungi. Jika namanya tidak tertera di laman tersebut maka dia bukan dokter sesungguhnya," jelas Fonny.
Kemudian dokter yang melakukan bedah haruslah mempunyai surat izin praktik, jika dokter tidak memiliki surat tersebut maka dokter itu dapat disebut telah melakukan mal praktik.
Selain itu, masyarakat dapat memeriksa publikasi ilmiah dari dokter tersebut, kalau dokter itu sering menulis maka namanya akan banyak ditemukan dalam jurnal ilmiah.
Oknum yang bukan dokter bedah plastik biasanya mengandalkan alat-alat canggih untuk menarik perhatian para pasien, padahal menurut Fonny dokter bedah sebenarnya tidak mengandalkan alat, mereka lebih mengandalkan kemampuan.
"Menjadi dokter bedah plastik sangat bergantung pada kemampuannya, harus punya jiwa seni, imajinasi dan tidak bergantung pada alat yang canggih." kata dia.
Ketua Perapi DKI Jakarta Irena Sakura Rini mengatakan masyarakat juga kerap menyamakan dokter bedah plastik estetika kerap disamakan dengan dokter kecantikan, padahal keduanya berbeda.
"Dokter bedah plastik harus belajar membedah jantung, otak dan lainnya. Kemudian kita juga harus bisa merekonstruksi seperti menolong penderita bibir sumbing," kata dia, dikutip Antaranews.