Selasa 02 Aug 2016 08:27 WIB

Memahami Sukarno dari Koleksi Lukisannya

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Ketua DPD Irman Gusman, Ketua MA Hatta Ali, Menko Polhukam Wiranto menyaksikan lukisan koleksi Istana dalam pameran 17l71 di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (1/8)
Foto:
Pengunjung memperhatikan lukisan koleksi istana di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (1/8). Pameran bertajuk 17|71 Goresan Juang Kemerdekaan itu menampilkan 28 lukisan koleksi Istana di Indonesia berlangsung dalam rangka memeriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-71.

Pada pameran itu ada lima lukisan yang menjadi 'jagoan'. Para kurator menganggap lukisan-lukisan itu memiliki makna yang berlapis-lapis. Salah satunya dan menjadi lukisan paling tua adalah lukisan tahun 1875 berjudul 'Penangkapan Pangeran Diponegoro' oleh Raden Saleh.

Raden Saleh merupakan pelopor seni rupa modern Indonesia. Dia melukis gambar tersebut terinspirasi oleh lukisan pelukis Belanda bernama Nicholaas Pienemaan berjudul 'Penyerahan Diri Dipo Negoro kepada Letnan Jenderal HM De Kock. Penyerahan diri itu terjadi pada 28 Maret 1930, yang Mengakhiri Perang Jawa.

Lukisan tersebut dikerjakan Raden Saleh di Belanda dan diserahkan kepada Ratu Belanda. Raden Saleh juga menggambar dirinya dalam lukisan tersebut sebagai seorang saksi penangkapan curang tersebut. Pada 1978, Pemerintah Belanda memberikan lukisan tersebut kepada Pemerintah Indonesia bersama dengan peristiwa kembalinya sejumlah artefak warisan budaya lainnya.

Lukisan lainnya yang menjadi ikon adalah 'Memanah' karya Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau yang dikenal dengan nama Henk Ngantung. Lukisan ini menjadi saksi bisu pembacaan naskah Proklamasi pada 17 Agustus 1945 di Jalang Penggasaan Timur 56, Jakarta Pusat.

"Kalau dilihat dari foto pembacaan teks Proklamasi, hanya terlihat warna hitam karena resolusi foto rendah, namun sebenarnya di latar foto itu ada lukisan ini ('Memanah)," kata Mikke.

Mikke menyadari bahwa lukisan tersebut menjadi latar dari pembacaan teks Proklamasi setelah melihat video dari jurnalis asing yang berisi konferensi pers perdana tentang pembentukan kabinet pertama di tempat tersebut. Namun sayangnya, saat ini lukisan tersebut telah rusak, terutama pada bagian sudut kanan atas telah hilang. Lukisan berbahan tripleks tersebut menjadi milik Sukarno pada 1944 setelah melihat pameran Keimin Bunka Sidhoso di Jakarta.

Pada awalnya, Henk tidak memberikan lukisan tersebut karena tangannya belum sempurna. Sukarno pun menawarkan dirinya untuk menjadi model. Sehingga tangan pemanah yang ada dilukisan tersebut adalah gambar tangan Sukarno.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement