REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai film thriller, yang akan tayang pada 14 Januari 2016 sempat banyak terkena sensor.
Film garapan sutradara perempuan Ginanti Rona itu terpaksa bolak-balik Lembaga Sensor Film karena banyak tampilan vulgar saat adegan pembunuhan.
"Scene banyak kena sensor waktu adegan membunuh di awal ada sekitar empat menit harusnya, tapi jadi enggak ada dua menit," kata produser film tersebut Gandhi Fernando setelah press screnning di Epicentrum XXI, Jumat (8/1).
Tak hanya adegan itu saja, dalam film tersebut ada adegan saat Tama (Ganindra Bimo) membunuh jaksa dan reporter terkait kasus kriminal yang dilakukan oleh anak 12 tahun. Menurut Gandhi saat adegan eksekusi pembunuhan tersebut juga banyak yang disensor.
Pada dasarnya, film arahan Ginanti tersebut memang sangat terlihat real dan sadis saat adegan pembunuhan. "Saat tokoh Roni dibunuh dan dijorokin ke kaca loket bioskop juga dipotong karena banyak darah yang muncrat juga," tutur Gandhi.
Meskipun banyak adegan yang disensor, keseluruhan alur cerita tetap tidak terganggu dan masih menyajikan ketegangan dan kengerian penonton ketika menyaksikannya. Sesuai dengan tagline film tersebut Darah Harus Jadi Penebusnya, maka banyak adegan yang ekstrim saat eksekusi pembunuhan.
Jika banyak yang penasaran melihat beberapa adegan yang dipotong, penonton bisa melihat salah satu adegan asli tanpa sensor yang diposting Gandhi di akun YouTube Renee Pictures.
"Gue rilis unsensor nya di YouTube. Ada klip durasi satu menit dari adegan Tama," ungkap Gandhi.