Senin 03 Aug 2015 20:19 WIB

Dituding Jadi Penyebab Lesunya Penonton Film Nasional, Ini Jawaban Cinema 21

Studio bioskop cinema 21
Foto: Cinema 21
Studio bioskop cinema 21

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) Firman Bintang mengeluhkan minimnya jumlah penonton film Indonesia. Eksibitor atau bioskop yang lebih mementingkan film Hollywood ketimbang film nasional disebutnya sebagai penyebab.

Firman memberi contoh saat momen Lebaran lalu. Empat film nasional "Surga Yang Tak Dirindukan", "Comic 8: Casino King Part 1", "Mencari Hilal" dan "Lamaran" tayang bersamaan jelang lebaran. Dan sehari sebelum lebaran Cinema 21 selaku eksibitor memasang film Hollywood "Ant-Man".

Masalahnya, kata Firman, Cinema 21 memasang "Ant-Man" di hampir 500 layar jaringan bioskop tersebut. Sementara empat film nasional lebih sedikit. Bahkan jika empat film nasional tersebut digabung, jumlahnya masih kalah dengan layar yang diberikan pada satu film "Ant-Man".

"Implikasi yang muncul, jumlah penonton film Indonesia menjadi seret. Alih-alih jumlah penonton yang sedikit, pihak jaringan bioskop 21 akan bisa dengan mudah mencopot film Indonesia dari layar bioskopnya. Film Mencari Hilal adalah film yang paling cepat diturunkan," ujar Firman Bintang.

Menanggapi hal ini Cinema 21 membantah keras. Menurutnya berlebihan jika Cinema 21 memasang hingga 500 layar di penayangan perdananya.

"500 layar? Sama sekali tidak, yang benar adalah 242 layar. Bahkan empat film nasional yang digabungkan, jumlahnya lebih besar yakni 476 layar. Angka (500 layar) adalah yang tidak berdasarkan fakta," ujar Rudy Anintio selaku Direktur Cinema 21, Senin (3/8).

Ia mengatakan, film pada dasarnya tidak bersaing secara substitusif. "Jika penonton sudah menonton film Ant-Man, apakah mereka tidak akan nonton film yang lain?," kata dia.

Buktinya, kata dia, film "Comic 8" dan "Surga Yang Tak Dirindukan" hingga hari ini telah menembus angka 1 juta penonton.

"Jadi apakah 'Ant-Man' nggak main bisa membuat penonton film Indonesia 5 juta, atau bahkan 500 ribu penonton?," kata dia.

Ia mencontohkan saat film Hollywood absen selama enam bulan beberapa tahun lalu lantaran permasalahan pajak. Saat itu, jelas Rudy, jumlah penonton film Indonesia juga tidak menunjukkan peningkatan signifikan.

Yang pasti dikatakanya Cinema 21 berorientasi kepada kemauan penonton. Darah perfliman ada di tangan penonton yang menggerakkan industri.  

"Karena penonton adalah darahnya perfilman," kata dia. "Tidak logis jika kita pertahankan film yang tidak laku dengan jumlah layar banyak, tapi memberi layar sedikit untuk film yang diminati banyak orang. Tidak mungkin membuat penonton harus antre panjang," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement