Kamis 28 May 2015 10:27 WIB

Cetak 3D Dinilai Ampuh Sebagai Revolusi Industri Kreatif di Indonesia

Pengunjung mencoba salah satu lukisan dalam pameran lukisan 3 dimensi Trick Art Japan di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Ahad (2/11). (Republika/Rakhmawaty)
Pengunjung mencoba salah satu lukisan dalam pameran lukisan 3 dimensi Trick Art Japan di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Ahad (2/11). (Republika/Rakhmawaty)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi generasi milenia di seluruh dunia, belanja online mungkin sudah nyaris menjadi hal lumrah. Lihat sesuatu yang Anda suka? Setelah beberapa kali klik, produksi canggih yang besar dan proses logistik akan memastikan barang yang dibeli akan sampai di rumah Anda.

Tapi bagaimana kalau prosesnya bisa lebih sederhana? Bagaimana kalau "mencetak'' pembelian yang dilakukan di rumah Anda sendiri? Tapi kenapa berhenti hanya pada belanja? Bagaimana kalau mencetak makanan Anda sendiri? Kedengarannya terlalu aneh?

Contoh-contoh sebelumnya adalah beberapa dari banyak sensasi yang mungkin sudah Anda dengar tentang apa sebenarnya yang bisa dilakukan dengan cetak 3D. Seperti halnya teknologi baru, fakta dan mitos sering berbaur dalam semua sensasi ini.

 

"Tidak diragukan bahwa cetak 3D memiliki potensi untuk merevolusi berbagai industri di Cina," tutur Wijaya Ng, Direktur Consulting di Ipsos Bisnis Consulting-Greater Cina, Kamis (28/5). Namun, dijelaskan lebih lanjut kendala yang banyak diklaim adalah sesuatu yang tak mampu dilakukan dari teknologi ini seperti organ tubuh dan hal krusial lainnya. Sehingga menyebabkan banyak orang yang kurang paham akan kemampuan teknologi tersebut.

 

Sentimen ini juga sampai ke Indonesia. Kebanyakan orang di Indonesia belum memiliki pengetahuan tentang aplikasi praktis cetak 3D ataupun keterampilan yang diperlukan untuk mengoperasikan teknologi ini. Bahkan di antara mereka yang mengerti teknologi ini, hanya segelintir yang melihat kebutuhan akan kemampuan cetak 3D untuk pembuatan prototipe dan pembuatan komponen-komponen rumit.

Domy Halim, Country Manager Ipsos BC Indonesia, mencatat bahwa industri-industri manufaktur berteknologi tinggi dan penelitian dan pengembangan bidang medis yang bisa memanfaatkan teknologi cetak 3D ini sebagian besar terkonsentrasi di Amerika Serikat dan Eropa. Kondisi di Indonesia saat ini terlihat semakin berkembang. Dalam hal ini, potensi cetak 3D di Indonesia yang belum terpenuhi akibat kurangnya informasi yang akurat dan tenaga kerja terampil di lapangan mirip dengan situasi di Cina.

 

Juanri, Konsultan di Ipsos BC Indonesia, mengakui tantangan ke depan, "Biaya yang relatif tinggi dan kompleksitas pengoperasian mesin cetak 3D membuat teknologi ini sulit dijangkau oleh para pengguna mainstream. Akibatnya, permintaan akan cetak 3D di Indonesia tersegmentasi ke ceruk pasar di industri kreatif, seperti penggemar berat mainan yang ingin membuat mainan plastik sendiri dan desainer-desainer avant garde yang ingin membuat prototipe-prototipe dari konsep desain mereka. Dengan bantuan dorongan dari pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri kreatif dalam negeri, dapat di yakini bahwa teknologi cetak 3D akan dapat mengembangkan potensi nya di sektor ini."

 

Domy Halim optimis tentang masa depan teknologi ini di bidang konstruksi dan industri kreatif. Aplikasi cetak 3D memiliki potensi yang luar biasa untuk Indonesia dalam waktu dekat. Industri medis dan manufaktur berteknologi tinggi keduanya memerlukan sejumlah besar tenaga kerja berpendidikan tinggi dan spesialis, dua faktor penting ini yang Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara seperti Cina dan Amerika Serikat.

Di sisi lain, aplikasi cetak 3D dalam industri konstruksi hanya membutuhkan pembelian / sewa / lisensi dari teknologi ini. Dengan demikian, transfer pengetahuan dapat dilakukan jauh lebih lancar. Meski begitu, peraturan pemerintah yang belum memadai menyangkut keamanan bangunan hasil cetak 3D menjadi penghambat. Setelah peraturan pemerintah di kedua negara dapat mengimbangi teknologi ini, kami berharap teknologi tersebut dapat segera diadopsi di sektor konstruksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement