REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membangun karakter bangsa dapat dilakukan kapan, di mana serta melalui sarana apa pun. Salah satunya, melalui film. Dengan film terbuka peluang besar untuk menyampaikan nilai-nilai yang memuat misi pembangunan karakter bangsa.
Adalah Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Leadership Center yang melihat peluang tersebut. Pada 20 Mei ESQ meluncurkan film bertajuk Sang Pemberani. Acara peluncuran tersebut dihadiri ribuan pelajar, guru, dan anak yatim.
Pendiri ESQ Leadership Center sekaligus Produser Eksekutif film Sang Pemberani Ary Ginanjar Agustian menjelaskan, film ini mengisahkan tekad dan keberanian seorang karateka muda dalam meraih impian.
Ary Ginanjar Agustian menyebutkan film Sang Pemberani dilatarbelakangi kondisi sosial masyarakat Aceh pascatsunami. "Inti cerita dari film ini adalah pembelajaran karakter dalam seni bela diri karate," katanya, Kamis (22/5).
Film yang diputar serentak pada 22 Mei ini menegaskan pentingnya kolaborasi karakter dan keberanian untuk melahirkan manusia unggul pada generasi emas 2020.
"Selama ini, keberanian yang dimiliki anak tidak diiringi dengan hati yang bersih. Akibatnya, sering ditemukan tawuran antarpelajar di jalanan," ungkap Ary menjelaskan.
Ada pula, lanjut Ary, pemuda yang sebetulnya berkarakter, tapi tidak memiliki keberanian. Akibatnya, anak tersebut menjadi korban bullying, bahkan menjadi korban para predator dalam kekerasan seksual. "Film ini didedikasikan untuk para pelajar agar memiliki keberanian, hati, dan semangat berprestasi.''
Ary Ginanjar berharap, film ini dapat menginspirasi remaja secara luas agar mereka dapat melewati fase krisis moral yang terjadi saat ini.
Secara terpisah, Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyatakan, produksi media televisi dan film cenderung berorientasi bisnis (business oriented). Karena itu, ia menilai, film Sang Pemberani merupakan produk langka yang patut diapresiasi.
Susanto berharap, bukan hanya masyarakat yang dapat menyuguhkan tayangan mendidik semacam ini. Tapi, pemerintah pun dapat melakukan hal yang sama.
Menurut dia, bukan hanya film yang bisa menjadi media pembangun karakter anak Indonesia. Melalui game pun, kata dia, bisa menyisipkan nilai-nilai positif bagi anak.
"Misalnya, disisipkan nilai-nilai pendidikan, ketangguhan, kemandirian, rasa memiliki, nasionalisme dan kerja keras," katanya.
Dan, yang terpenting adalah memasukkan nilai-nilai agama dalam film, game, dan sarana lainnya. "Ini harus diseriusi jika Indonesia tak mau kehilangan satu generasi pada 20 tahun mendatang.''