Rabu 30 Apr 2014 09:35 WIB

TMII, Contoh Dunia Melestarikan Budaya

Taman Mini Indonesia Indah
Taman Mini Indonesia Indah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Subroto, Wartawan Republika

 

Kurniawan (40 tahun)  asyik mengamati  detail ukiran rumah tradisional  Aceh.  Bapak dua anak itu tak sedang berada di Aceh.  Dia sedang mengunjungi anjungan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam  di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.

Rumah  adat yang sedang diamati Kurniawan dan keluarganya itu konon milik pahlawan Aceh, Cut Mutia yang sengaja dipindahkan ke TMII. Rumah itu terdiri dari  16 tiang, dindingnya penuh ukiran indah.  Setiap kali melangkah, Kurniawan  dan istrinya mencoba memberikan penjelasan kepada putri mereka Aya dan Dina.

“Kalau  ke Jakarta saya selalu ke Taman Mini.  Belum ke Jakarta rasanya kalau belum mampir kesini,” kata Kurniawan,  di TMII Jakarta, Ahad (29/4).

Warga Pekanbaru, Riau, itu mengaku sudah empat kali ke Jakarta. Sudah empat kali juga dia mengunjungi  TMII. “Taman Mini ini bagus buat anak-anak untuk mengenalkan Indonesia.  Dengan mengunjungi anjungan-anjungan dan  pementasan kesenian daerah di TMII, anak-anak bisa sadar bahwa Indonesia itu sangat kaya dengan adat dan budayanya” jelas karyawan swasta itu.

Tak hanya ke anjungan Aceh, Kurniawan juga mengajak keluarganya ke anjungan Lampung, daerah dimana dia dan istrinya berasal.  Dia ingin kedua anaknya lebih mengenal asal usul mereka melalui adat dan budayanya.

Pengunjung TMII lainnya, Nurlalita Utami (30) juga mengajak anak-anaknya ke TMII untuk berwisata sambil belajar banyak hal tentang budaya Indonesia. Selain mengunjungi sejumlah anjungan provinsi, Utami memilih mengajak anaknya yang masih duduk di bangku SD ke museum. Salah satunya ke museum transportasi dan museum iptek.

“Anak-anak bisa berwisata sambil belajar. Nggak cuma bersenang-senang tapi juga mendapat banyak pengetahuan,” tutur Utami.

Kawasan  wisata seluas 150 hektare yang terletak di Jakarta Timur itu  memang tepat untuk dijadikan ajang wisata pendidikan atau edukasi serta mengenalkan budaya Indonesia.  

Manajer Informasi TMII Suryandoro,  mengatakan TMII  memang menjalankan misi sebagai wahana pelestarian dan pengembangan budaya, serta sarana mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. “Di TMII masyarakat bisa mendapatkan  pengetahuan dan informasi tentang  berbagai aspek budaya, tradisi, adat istiadat, kesenian sampai pengenalan benda-benda budaya,” kata Suryandoro kepada Republika, Selasa (29/4).

Karena peran yang besar dalam pelestarian budaya itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengusulkan TMII  sebagai warisan budaya dunia bukan  benda ke  Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).  Tahun ini Kemdikbud menominasikan TMII untuk kategori The Best Practices.

“TMII dinilai bisa menjadi percontohan dunia dalam mengemas identitas daerah,” kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan (Wamenbud), Wiendu Nuryanti, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, TMII bisa menjadi contoh bagi dunia tentang cara melestarikan sekaligus merepresentasikan kebudayaan dari suatu bangsa. TMII  dinilai memberikan ruang bagi budaya daerah untuk tetap eksis. Tidak semua negara, kata Wiendu,  memiliki fasilitas seperti TMII.

Wiendu menambahkan, UNESCO akan menggelar sidang pada awal Desember 2014 untuk menentukan apakah TMII diakui sebagai warisan budaya dunia kategori The Best Practices. “Saya  berharap tahun ini TMII lolos di UNESCO dan bisa ditetapkan menjadi warisan budaya dunia,”  harapnya.

Seong- Yong Park, pakar dunia tentang warisan budaya sekaligus Wakil Dirjen Intangible Cultural Heritage in the Asia-Pacific Region (ICHCAP), mengatakan, TMII merupakan upaya pelestarian kebudayaan dari berbagai suku bangsa di Indonesia. “Melalui kegiatan budaya di TMII, masyarakat dunia bisa memahami keunikan dan keragaman budaya Indonesia,” kata Seong- Yong Park, dalam Pemaparan Konvensi 2003 UNESCO dan Makna Nominasi TMII sebagai Best Practises, beberapa waktu lalu.

Dimata Park, pendirian TMII adalah sebuah strategi untuk memperkenalkan Indonesia yang begitu luas dan budayanya sangat beragam. ”Mereka yang tidak bisa melihat Indonesia secara keseluruhan, bisa melihatnya di TMII,” kata Park.

TMII yang  yang  digagas Ibu Tien Soeharto dan diresmikan Presiden Soeharto  pada 20 April 1975 itu  menyajikan berbagai  aspek kekayaan alam dan budaya Indonesia sampai pemanfaatan teknologi modern. Tempat rekrasi ini  mempunyai anjungan 33 provinsi, 18 museum, 11 wahana rekreasi, dan tujuh rumah ibadah.

TMII  juga dilengkapi dengan  fasilitas rekreasi yang tidak kalah menarik dengan tempat rekreasi lainnya. Di kawasan ini ada Teater Imax Keong Emas, tempat menonton film-film dokumenter dalam dan luar negeri. Ada juga Istana Anak, Teater Tanah Airku, dan yang terbaru adalah Water Park, lengkap dengan salju buatan (Snowbay).

 

Suryandoro menjelaskan,  jika usulan TMII sebagai  warisan budaya dunia bukan  benda diterima UNESCO, maka dampaknya akan sangat besar bagi Indonesia.

“Imej Indonesia akan positif di mata dunia. Dunia akan melihat bahwa Indonesia punya tempat pelestari budaya,” papar Suryandoro.

Di usia TMII yang memasuki 39 tahun ini,  tambah  Suryandoro, pihaknya terus berbenah. TMII berperan bukan hanya sebagai  tempat wisata,  tapi juga pembelajaran. Terutama edukasi tentang jati diri bangsa. Pengenalan terhadap budaya bangsa dikemas dengan teknologi modern agar bisa dinikmati generasi muda.

Perkembangan TMII pun kata Suryandoro, sangat mengembirakan. Kenaikan pengunjung rata-rata  mencapai 10 persen setiap tahun. Tahun lalu jumlahnya mencapai lima juta orang. “Kita terus  memperkuat  visi dan misi TMII sebagai pelestari budaya Nusantara dan mempererat  kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia,”  tegas Suryandoro.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement