Ahad 24 Nov 2013 11:38 WIB

Asyik, Dosen-Mahasiswa Unair Main Ludruk

Logo Unair
Logo Unair

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Puluhan dosen dan mahasiswa Magister Sains Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya bermain ludruk bertajuk "Sarip Anak Simbok" di Kampung Seni THR, Ludruk Irama Budaya, Surabaya, Sabtu (23/11) malam.

Dalam pentas hampir tiga jam itu, tokoh yang tampil adalah Sarip, Simbok Sarip, Kapten Hansen, Lurah Gedangan, dan beberapa figuran, di antaranya Bapak Sarip, teman-teman Sarip, Paman Sarip (Ridwan), Saropah (Putri Ridwan), dan para centeng.

Awalnya, sejumlah teman-teman Sarip dan warga Dusun Tambak Oso Wetan Kali sedang "cangkruk" (berbincang-bincang santai di gardu dusun), lalu ada undangan syukuran dari Simbok Sarip.

Di sana, Sarip mendapat hadiah "lemah abang" yang merupakan wasiat dari bapaknya yang telah meninggal. "Lemah Abang" hasil tirakat itu menjadikan Sarip tidak bisa meninggal dunia bila ibunya belum meninggal dunia.

Setelah acara, Sarip pergi dengan teman-temannya, lalu datanglah Kapten Hansen, Lurah Gedangan, dengan para centengnya untuk menagih utang pajak atas tambak milik Bapak Sarip yang dikelola paman Sarip, Ridwan.

Ibu Sarip disiksa karena tidak bisa membayar. Ibu Sarip pun merintih, "Sariip mreneo, Le, Mbokmu diajar Londo, Le..." (Sarip... kemarilah, nak, ibumu disiksa Belanda, nak).

Sarip dengan kesaktiannya mendengar ibunya disiksa, pulang dan menghajar Lurah Gedangan dan para centengnya, yang mengakibatkan kematian Lurah Gedangan.

Adegan selanjutnya, Paidi sedang bercengkrama dengan Saropah, putri Ridwan di rumah Ridwan (paman Sarip). Saropah ditemani beberapa temannya bersenda gurau.

Sarip pun mendatangi pamannya Ridwan untuk menuntut pertanggungjawaban pamannya. Perselisihan mulut terjadi, namun Ridwan kemudian lari dan minta bantuan Paidi.

Di tepi Sungai Sedati, perkelahian terjadi. Paidi dengan senjata andalannya "jagang baceman" berhasil mengalahkan Sarip. Sarip meninggal dunia di tempat.

Ibunya yang berangkat mencuci baju di tepi sungai Sedati, berujar "Sarip tangio, Le... durung wayahe awakmu mati, yo, Le..." (Sarip, bangunlah, nak... Belum waktunya kamu meninggal, nak).

Sarip pun bangun seolah bangun dari tidurnya Sejak saat itulah, Sarip dendam kepada para tuan tanah dan Belanda. Ia berjanji akan membantu orang miskin yang dananya dikeruk untuk kemakmuran orang kaya.

Adegan berikutnya, Belanda mengadakan acara ulang tahun Kerajaan Belanda dengan mengadakan acara Kompeni Mencari Bakat (KMB). Peserta menampilkan bakat-bakat tari remo, stand up comedy maupun parikan khas Jawa Timuran.

Sarip datang dengan kawan-kawannya mengobrak-abrik acara dan merampok harta dari Belanda dan para tamu undangan. Paidi yang saat itu berada di sanapun akhirnya kalah dalam pertarungan. Sarip yang ditembak Belandapun ternyata masih bisa bangun lagi, tidak mati.

Setelah Sarip meninggalkan acara, Kapten Hansen meminta saran Ridwan untuk mengalahkan Sarip, maka terbukalah rahasia kesaktian Sarip yakni "lemah abang", maka Kapten Hansen pun meminta Ibu Sarip ditangkap.

Ibu Sarip pun ditangkap oleh Belanda, sehingga terpaksa Sarip datang menyerahkan diri untuk ditangkap. Belandapun menembak mati ibu Sarip, kemudian mengubur hidup-hidup Sarip, namun ternyata Sarip masih bisa hidup lagi.

Sarip pun bangkit lagi untuk mengalahkan lawan-lawannya, lalu datanglah arwah Bapak Sarip menjelaskan bahwa Sarip sebenarnya bukan anak asli dari Simbok. Simbok asli masih hidup.

"Pentas itu bertujuan memupuk rasa cinta pada kesenian tradisional di kalangan muda dan menengah atas, sekaligus memperingati Hari Pahlawan dan HUT ke-20 Magister Sains Manajemen (MSM) FEB Unair," kata Ketua Program Studi MSM Unair, Dr Gancar C Premananto.

Menurut dia, ludruk merupakan kesenian tradisional khas Jawa Timur dengan dialek khas Suroboyoan, namun saat ini tergerus dengan kesenian modern, baik dari barat maupun negara Asia sendiri yang telah masuk ke Indonesia, termasuk Jawa Timur.

Ludruk seolah ditinggalkan bahkan oleh masyarakat asli sendiri. Hal nyata terlihat dari keberadaan sanggar Ludruk di THR. Penampakan gedung dan fasilitasnya terlihat kurang terawat.

"Tiket pun hanya dijual dengan harga Rp5.000 per orang, jauh dari harga tarif tiket hiburan lain, seperti bioskop, maka dapat dibayangkan bagaimana kehidupan para budayawannya yang berjumlah lebih kurang 40 personel," katanya.

Padahal bila Ludruk tersebut diseriusi dengan baik, maka tentunya dapat menjadi daya tarik wisata yang luar biasa yakni wisata budaya dan hiburan.

"Jepang memiliki opera Kabuki, Thailand memiliki Kabaret Alcazar, yang menjadikan turis dari berbagai negara berdatangan. Tidak jauh-jauh, bahkan Yogyakarta punya Sendratari Ramayana, lalu Bali memiliki pergelaran Rama dan Shinta. Masalahnya adalah kemasan. Itu butuh kerja sama yang kuat dari berbagai elemen," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement