REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Banyak orang kegirangan saat memakai sebuah teknologi. Namun, tidak bagi wanita asal London, Inggris ini. Seorang wanita bernama Velma Lyrae malah ngumpet dan menghabiskan waktu selama 18 jam/hari guna menghindari sentuhan teknologi.
Wanita berusia 51 tahun ini mengaku tak bisa menggunakan ponsel, satnav, atau Wifi bahkan pengering rambut. Alhasil, hari-harinya dihabiskan dengan membaca buku, karya seni, dan menulis surat di dalam sebuah kandang di apartemennya di Blackheath, London, Inggris.
Kandang itu dibuatnya dari barang-barang bekas seharga 300 poundsterling. Menurutnya, serat logam di jaring-jaring kandangnya dapat memantulkan gelombang elektromagnetik dan menghentikan gejala-gejala penyakitnya.
Dailymail melaporkan wanita tersebut diketahui sedang menderita Sindrom Hipersensitivitas Elektromagnetik (EHS). Hal ini menyebabkan dia tidak bisa berada di dekat medan elektromagnetik. Kondisi ini muncul pertama kali ketika dirinya memiliki ponsel 3G.
Velma mengaku menderita sakit kepala, nyeri saraf, kehilangan memori, tinnitus, jantung berdebar-debar, pusing, dan nyeri sendi jika berada di dekat teknologi. Akibat kondisinya itu, dia tak bisa melakukan aktivitas layaknya manusia normal. ''Aku harus melakukan semuanya (makan, tidur, membaca, menulis) di kandang. Aku selalu memakai jilbab/penutup kepala ketika meninggalkan rumah. Ini untuk melindungi diri dari radiasi sinyal. Ini membuat hidupku seperti neraka,'' kata Velma.
Kondisi ini juga menyebabkannya berhenti dari pekerjaan. Sebelumnya, Velma bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan pada 1980. Tak hanya mengganggu pekerjaan dan aktivitasnya, penyakit tersebut telah mengganggu kehidupan sosial dan hobinya. ''Aku dulu suka pergi ke festival, nonton musik secara live. Sekarang, semua itu tidak bisa ku lakukan lagi. Pentas terakhir yang saya lihat adalah Radiohead,'' lanjutnya.
Seperti diketahui, sensitivitas listrik adalah suatu kondisi kontroversial yang banyak terjadi di Spanyol dan Swedia, bukan di Inggris. Pada 2005, Badan Perlindungan Kesehatan mengatakan tidak ada bukti ilmiah yang menghubungkan sakit penderita dengan peralatan listrik. Selanjutnya, pada 2007, sebuah studi menunjukkan sensitivitas terhadap peralatan elektronik kemungkinan hanya sebuah sugesti manusia saja