REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Batik telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya Indonesia oleh UNESCO. Namun regenerasi pencipta batik dan desain pakaian batik yang berpendidikan tinggi masih sedikit, sehingga perlu ditingkatkan.
Hal ini disampaikan Dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII), Gumbolo Hadisusanto, ketika membuka Pusat Studi Fashion Desain dan Batik di Sleman, Kamis (13/9). Peluncuran pusat studi ini juga digelar dialog pendidikan desain busana dan batik yang menghadirkan praktisi di antaranya, Tuti Suryanto (kepala museum batik Danar Hadi) dan Afif Syakur (desainer batik).
Dijelaskan Gumbolo, dahulu batik hanya dipakai orang tua dengan motif tradisional. Namun, sekarang kalangan muda tidak canggung untuk mengenakan batik. Sedangkan corak dan warna batik sangat beragam dan kelihatan lebih moderen dengan desain yang tidak kalah dengan pakaian non-batik.
Bisnis batik, lanjut Gumbolo, tidak hanya tumbuh di sentra batik saja, tetapi juga tumbuh di tempat yang jauh dari sentra batik. "Banyak orang mencoba peruntungan dengan berbisnis batik," kata Gumbolo. Sebenarnya, katanya, pasar batik sangat luas mulai dari kalangan bawah, menengah, dan atas. "Tinggal bagaimana kita mengolah pasar itu untuk meraih keuntungan," ujarnya.
Pusat Studi Desain Busana dan Batik, kata Gumbolo, dibuka untuk meningkatkan kualitas SDM batik di Indonesia. Sehingga, kata dia, masyarakat bisa meningkatkan mutu batik dan bisa meraih keuntungan dari bisnis batik.