REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Musik dangdut yang sering menjadi cemoohan bagi sebagian pihak, justru akan didaftarkan sebagai budaya Indonesia pada UNESCO. Target mematenkan musik rakyat tersebut tidak main-main, namun masih butuh usaha panjang untuk kesana.
Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Persatuan Artis Musik Melayu-Dangdut Indonesia (PAMMI), Surya Akka mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah mengupayakan pendaftaran musik Dangdut ke UNESCO. Upaya itu, kata dia masih perlu dibarengi dengan pembersihan musik Dangdut dari persoalan seks. Selain itu, Dangdut juga harus dibersihkan dari masalah pembajakan.
"Seperti penjiplakan musik dari India, bahkan yang baru santer adalah pembajakan terhadap musik Barat," kata dia pada Republika, Senin (30/4).
Selain itu, tambah ketua Soneta Fans Club Indonesia (SFCI) Jatim ini, juga harus membersihkan musik Indonesia dari pembajakan secara menyeluruh. Saat ini musik dangdut masih dalam tahap pendataan terkait sejarah, lirik lagu, video untuk didaftarakan sebagai cagar budaya ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Surya berharap, agar musik khas dari Indonesia ini nantinya diambil oleh negara lain. Sebab, saat ini sudah diterbitkan buku tentang musik dangdut oleh seorang peneliti dari University of Pittsburg, Amerika Serikat, bernama Andrew Weintraub.
Weintraub sendiri saat membedah bukunya di Universitas Airlangga mengatakan, dangdut merupakan musik yang memiliki potensi positif. Menurut dia, musik dangdut mudah untuk dimengerti, meskipun kadang orang tidak mengetahui arti liriknya. Dangdut juga merupakan ciri dan identitas dari masyarakat indonesia.
"Karena musik ini dikenal dari Sabang hingga Merauke dan semua lapisan masyarakat," katanya pada wartawan.
Bahkan, tak jarang musik ini menggambarkan realita sosial yang terjadi di masyarakat. Jikapun saat ini musik dangdut identik dengan goyangan dan hal berbau seks, itu hanyalah perkembangan dari budaya penikmat dangdut yang sifatnya lokal. Jadi saat ini dangdut sudah tergeser hanya menjadi budaya lokal.