Sabtu 31 Mar 2012 15:30 WIB

Renaisans Kesustraan Irlandia

buku ulysses
Foto: princetonlandingnews.com
buku ulysses

REPUBLIKA.CO.ID,Membicarakan pemikiran kesusastraan abad ini tanpa menyebut penulis-penulis Irlandia, ibarat mimpi tentang samudera tanpa ikan paus. Pelajaran apa yang bisa diberikan cerita pendek tanpa kisah Dubliner karya James Joyce (1882-1941)? Sumbangan apa yang diberikan novel tanpa Ulysses? Atau apa yang bisa dilakukan teater tanpa John Milington Synge (1871-1909), Sean O'Casey (1880-1964), Bernard Shaw (1856-1950) atau Samuel Beckett (1906-1989)?

Adalah satu hal yang mengherankan bahwa setengah abad setelah masa renaisans Irlandia, seluruh paparan tulisan kaum modernis yang keras kepala mengacu pada negara kecil. Lebih mengherankan lagi, hal itu tampaknya akan berulang kembali. Tak dapat disangkal, tulisan-tulisan orang Irlandia adalah tulisan-tulisan terbaik yang pernah dibuat pengarang suatu negara pada masa sekarang ini. Bahkan seperti halnya kekerasan, tulisan itu bergejolak di Irlandia Utara.

Satu gelombang baru penulis Irlandia muncul. Mereka tidak hanya mentransformasi kesusasteraan Irlandia tetapi juga mentransformasi perasaan dan diri mereka sendiri. Kesusasteraan Irlandia adalah kesusasteraan yang terus bangun, tanpa pernah tidur. Kebangunan kesusasteraan Irlandia ini merupakan bagian kecil dari letupan kebudayaan celtic, yang mencakup berbagai hal: mulai dari musik (grup band U2, beraliran tradisional tapi selalu menduduki tangga lagu dunia), tari (grup tari Riverdance, juga sukses besar membangkitkan tari tradisional Irlandia) hingga ke dunia film.

Roddy Doyle pernah menulis skenario film dari novelnya (''The Commitments'', ''The Snapper'' dan ''The Van''). Shane Connaughton menulis skenario didasarkan pada karyanya ''The Playboys'' dan satu lagi didasarkan pada karya penulis laki-laki Christy Brown berjudul ''My Left Foot''. Novel-novel karya penulis ulung Neil Jordan juga tidak bisa diabaikan dalam film (seperti ''The Crying Game'' dan ''Interview With the Vampire''). Singa-singa kesusastraan Irlandia dipimpin oleh pemenang Hadiah Nobel Kesusastraan 1995, Seamus Heaney, dan dramawan Brian Friel, yang karyanya ''Molly Sweeney'' digemari di New York pada tahun ini. Generasi baru yang lahir tahun 1950-an kini terus berlahiran.

Roddy Doyle, 38, misalnya, karya-karyanya sangat sukses secara komersial dan sangat luas dibaca orang. Dia menulis tentang band rock, latchkey kids (anak-anak yang ditinggal orang tuanya bekerja) dan anak-anak yang hamil di luar nikah. Humor-humor Doyle tentang ketidakmapanan mendapat tanggapan serius kritikus sastra. Karena popularitasnya buku-bukunya telah laku puluhan ribu.

Doyle, yang lebih dikenal sebagai ''Paddy Clark Ha Ha Ha'', memenangkan Booker Prize Inggris tahun 1993. Novel terbarunya ''The Woman Who Walked Into Doors'', tentang pengakuan ''39 tahun janda dengan kaki palsu'', adalah satu pandangan brutal soal alkoholisme dan tekanan perempuan.

Kemudian Sebastian Barry, 43. Pada awalnya ia adalah novelis dan penyair. Ia menjadi penulis drama sejak tahun 1988. Drama ''Boss Grady's Boys'' merupakan drama pertama dari enam drama sejarah yang ditulisnya. Drama itu menggambarkan dengan terbuka figur keluarganya. Dilihat dari pikiran dan lirik, bisa dibilang ia merupakan putera mahkota baru dari tradisi teater Irlandia yang agung.

Ketiga, Paul Muldoon, 43. Penyair ini memiliki berbagai bentuk puisi dan minat tema. Mulai dari epik, puisi lirik, sampai syair-syair lagu untuk opera, yang bertutur tentang skandal cinta yang berakhir tragis. Sedangkan Patrick McCabe, 43, novel ketiganya ''The Butcher Boy'', menjadi finalis di Booker Prize di tahun 1992. Dari kalimat pertamanya kita akan mengetahui bahwa ini merupakan guratan seorang maestro. Kalimat-kalimat McCabe terasa mencekam dan ia selalu menampilkan rasa humor yang rada sableng. Ia sering mengangkat potret kehidupan dari sebuah kota kecil dan menggambarkan kecantikan sifat anak-anak. n

sumber : berbagai sumber
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement